Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Heran, Apa Masalahnya Rumah Ibadah?

7 Juni 2012   11:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:17 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13390690021591609788

[caption id="attachment_181404" align="aligncenter" width="475" caption="Foto ANTARA/Arief Priyono, Sumber: tempo.co"][/caption] Survei membuktikan toleransi beragama orang Indonesia masih lemah, khususnya jika ada agama lain yang ingin mendirikan rumah ibadah di dekat lingkungannya. Sebanyak 68,2 % keberatan ada rumah ibadah agama lain di sekitar lingkungannya. Demikian hasil survei lembaga studi Center of Strategic and International Studies (CSIS) yang dilaksanakan bulan Februari 2012 lalu di 23 provinsi dan melibatkan 2.213 responden. Kita bisa saja mendebat latar belakang CSIS, agama orang-orang yang menggawanginya, sumber dananya, motivasi dari surveinya sendiri, dan seterusnya. Di atas semua itu fakta memang membuktikan bahwa di mana-mana wilayah di Indonesia, agama mayoritas mempersulit pendirian rumah ibadah bagi saudara sebangsa yang beragama minoritas. Di pulau Jawa pendirian gereja yang dipersulit, sebut saja kasus GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Di Kupang (Batuplat) giliran orang Islam yang sulit mendirikan masjid, setidaknya demikian penuturan KH Hasyim Muzadi sebagaimana pidatonya yang beredar luas. Dalam suasana demikian sangat disayangkan tokoh agama mayoritas seperti KH Hasyim Muzadi memposisikan dirinya sebagai pembela umatnya dari pada menjadi tokoh bangsa. Dalam pidato KH Hasyim Muzadi ini, umat Islam yang diposisikan seolah selalu benar dan harus dibela, dimana membela umat Islam di forum dunia seolah sama dengan telah membela bangsa. Berbeda dengan Gus Dur. Kepada umat seagama, Gus Dur memposisikan diri sebagai "Bapak yang baik". Seorang bapak jika anaknya bertengkar dengan anak tetangga tidak akan mendamprat si anak tetangga atau orang tua si anak tersebut. Alih-alih menyalahkan anak tetangga, si bapak yang baik akan menasehati anaknya sendiri, kapan perlu memarahinya. Urusan anak tetangga adalah kavlingnya orang tua dari sia anak tetangga itu pula. Maka, dalam kerusuhan di Ambon, Gus Dur "menjewer" umat Islam. Banyak lagi contoh serupa dilakukan Gus Dur. Itulah kaliber "Bapak Bangsa". Penulis hanya ingin mengatakan bahwa paranoia dengan rumah ibadah agama lain adalah ekspresi jiwa yang lemah, penakut, dan tak pantas dilestarikan jiwa demikian di negara demokrasi seperti Indonesia. Coba, apa masalahnya rumah ibadah agama lain. Mau tiap rukun tetangga ada satu rumah ibadah agama lain, memang masalah? Ketakutan bahwa umat agama lain akan menyebarkan ajaran agamanya kepada orang yang telah beragama, memang masalah? Kita semua punya filter dalam dirinya sendiri dan kemampuan untuk memilih. Di atas semua itu, mau memilih agama apapun atau bahkan pindah agama (murtad) sekalipun adalah hak asasi setiap orang. Memang agama bisa dipaksakan? Asalkan dilakukan secara damai (bukan kekerasan), tidak ada masalah orang mendakwahi orang yang telah beragama. Nabi Muhammad SAW sendiri berdakwah kepada orang yang telah beragama, mengirimi surat tokoh-tokoh negara asing untuk menyampaikan pesan Ketuhanan. Sangat disesalkan kasus-kasus intoleransi tersebut di atas. Padahal, kebebasan beragama sudah dijamin konstitusi UUD 1945. Namun nyatanya tidak demikian dalam praktik. Harusnya, dalam keadaan demikian negara hadir untuk menegakkan konstitusi. Yang terjadi negara seolah tidak hadir, hadir tapi tak dirasakan perannya, baik dalam kasus GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, dan pendirian masjid di Kupang yang dipersulit. Pemosisian yang benar dari aparat negara adalah, tidak memihak agama-agama tertentu. Melainkan memihak konstitusi.[] Sumber: tempo.co dan tribunews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun