Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Jadi Presiden, Akan Saya Tekan Tombol "Auto Pilot"

5 Maret 2014   20:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:12 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden itu jabatan eksekutif tertinggi pengambil kebijakan politik eksekutif, bukan jabatan teknis. Hal-hal teknis telah dikerjakan oleh, bahkan, level dibawah meteri: sekjen, dirjen, deputi, kepala dinas, kabag, kasubag, dst. Karena itu, andai presiden tidur pun negara ini tetap akan berjalan.

Semua sistem negara sudah terbangun apik. Kalaupun ada kekurangan di sana-sini sifatnya hanya tinggal penghalusan saja jika hendak diperbaiki. Semua urusan di negara ini sudah ada mekanisme penanganannya, siapa yang menangani, dan dari mana dananya diambil.

Tidak mentang-mentang menjabat presiden bisa melakukan segala hal semau-maunya saja. Semua sudah tersistem. Melenceng dari aturan maka hukum dan mekanisme politik bisa bertindak. Jadilah presiden bertindak layaknya "anak baik". Semua sudah ada protokolernya.

Setelah seorang disumpah jadi presiden, maka sistem hukum sudah mengatur mekanisme pembentukan kabinet, portofolio jabatan menteri tertentu, dan tupoksinya. Selanjutnya para menteri dan menko yang akan berkerja. Presiden tinggal lihat-lihat saja dan "sok" ngatur-ngatur---padahal tanpa "sok" ngatur pun mekanisme tetap berjalan.

Kalau ada gubernur yang diberhentikan, hakim yang dipecat, pengangkatan duta besar, menyatakan keadaan perang, pemberhentian komisioner lembaga-lembaga negara, dll, presiden tinggal mengikuti sistem yang telah terbangun. Seperangkat pembantunya akan memberi masukan keputusan apa yang paling tepat diberikan dari segala segi pertimbangan.

Pada momen-momen serimonial tertentu presiden akan berpidato. Dan naskah pidato ini telah ada sistem yang mengaturnya: siapa yang membuat, rambu-rambunya, dan bagaimana ia dirumuskan. Sekalipun presiden memang (boleh) menjadi sumber pemikiran dari pidato itu, tapi presiden tak boleh semau-maunya meminta dituliskan dalam naskah pidato tersebut, sudah ada sistem para penasehat yang akan memberi masukan.

Selebihnya, presiden tinggal berkunjung ke daerah-daerah, panen padi, foto-foto, melawat ke negara sahabat, mengikuti konferensi organisasi dunia dan kawasan, dan semacamnya, yang sebenarnya bisa diwakilkan pada wakil atau menteri yang ditunjuk.

Jadi, pikiran bodoh saya merasa aneh sekali, mengapa presiden kita nampak begitu kelelahan, nampak begitu cepat penuaannya, rambutnya memutih, keriput, kantong mata yang menghitam, dan gelambir di tubuhnya. Seolah tak ada waktu untuk bersantai agak seminggu penuh. Mengapa tak ditekan saja tombol "auto pilot"?

(Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun