Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tuntutan Penghapusan Outsourcing Tak Realistis

3 Mei 2014   04:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:55 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

7. Banyak lagi contoh-contoh lain. Silahkan jika Anda, Tuan-Tuan dan Puan-Puan, hendak menambahkan di tulisan terpisah atau di kolom komentar artikel ini. Contohnya sangat banyak. Intinya, sistem perekonomian modern bisa-bisa kolaps saking tak efisiennya jika sistem outsourcing sama sekali dilarang, sesuai tuntutan sebagian buruh itu.

Tentu saja sistem outsourcing berbeda dengan sistem kerja bukan outsourcing. Tidak bisa disamakan. Biar saja berbeda. Contoh biasa di lapangan: perusahaan penerima berhak menuntut penggantian pada perusahaan penyedia jika ada pekerja outsourcing yang kemudian tak cakap, melanggar tata tertib dsb. Ganti begitu saja. Inilah ciri khas outsourcing.

Soal apakah pekerja yang diganti tersebut di-PHK karena tidak ada lagi job, setelah diberhentikan di perusahaan penerima outsourcing, adalah permasalah lain lagi. Perusahaan penyedia jasa outsourcing yang besar mungkin saja melatih kembali pekerja yang ditarik tersebut, lalu memperkerjakan di tempat lain. Namun bisa juga sebaliknya, sama sekali tak ada job dan si pekerja di-PHK. Apa mau dikata.

Walau demikian konsep outsourcing jelas bukanlah perbudakan. Menyamakan outsourcing dengan perbudakan jelas sebuah kesimpulan yang salah kaprah.

Dalam semua kompleksitas pelaksanaan aturan alih daya tersebut pemerintah yang perlu tegas menegakkan regulasi dibidang outsourcing. Jika aturannya kurang jelas atau multitafsir ya diperbaiki. Selebihnya, tak mungkin menyamakan sistem outsourcing dengan non-outsourcing.

Karena itu, penolakan sistem outsourcing, menolak sama sekali, merupakan bentuk tuntutan yang tak masuk akal, irrasional, tak realistis. Lebih sebagai bentuk emosional, sikap awam, ikut-ikutan, bahkan bukan tak mungkin digerakkan oleh tangan-tangan politik.

Artikel terkait:


(Sutomo Paguci).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun