Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

17 Tahun Sudah Doktor!

19 September 2012   03:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:15 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1348023777871010512

[caption id="attachment_199667" align="aligncenter" width="620" caption="Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh. Foto: KOMPAS IMAGES/BANAR FIL ARDHI "][/caption] Diberitakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menambah jam belajar di sekolah untuk menangkal efek negatif dunia luar sekolah. Hal itu dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, Selasa (18/9/2012), di Jakarta, sebagaimana dikutip Kompas.com (19/9/2012). Ide M Nuh ini benar-benar gila. Penulis sendiri tak habis pikir dengan lamanya waktu dan otomatis usia yang dihabiskan untuk sekolah. Untuk menamatkan sekolah dasar hingga strata satu saja membutuhkan waktu 16 tahun. Jika harus sampai jenjang strata tiga tambah lagi minimal 5 tahun sehingga total jadi 21 tahun hanya untuk sekolah. Setelah melalui jenjang pendidikan dasar hingga strata satu demikian, penulis merasa waktu tersebut terlalu lama dan bertele-tele. Harusnya bisa dipersingkat lagi. Dengan demikian umur manusia kebanyakan dihabiskan di bangku sekolah formal! Bayangkan, sampai 16 tahun atau usia sekitar 23-an tahun baru tamat kuliah. Jika sampai strata tiga non-stop bahkan sampai usia sekitar 28-an tahun. Setelah tamat kuliah lantas terjun di dunia kerja dan baru bekerja sekitar 30 tahun sudah keburu masuk usia pensiun. Saat sedang full-fullnya berenergi, yakni umur 17-an sampai 20-an tahun, justru masih sibuk-sibuknya sekolah. Terjun ke dunia kerja ketika badan sudah mulai gemuk, lemak menumpuk, suka mengantuk, dan loyo. Apalagi yang tak gemar olah raga rutin. Sekolah tingkat dasar mestinya tak perlu lewat tiga tahun, itupun waktu belajarnya dikurangi, cukup tiga jam per hari. Mata pelajaran juga tak perlu banyak-banyak seperti saat ini, tak ada gunanya. Cukup pelajaran pokok saja: matematika, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pelajaran-pelajaran lain cukup dipelajari otodidak saja. Porsi bermain siang hari di usia sekolah dasar lebih banyak dengan perbadingan dengan jam belajar sekolah formal 3 : 1. Gara-gara mata pelajaran bejibun seperti saat ini, anak-anak tersedot berpikir terlalu banyak dan potensial menyebabkan stres karena terlalu banyak tuntutan di usia yang mestinya banyak bermain. Sekolah lanjutan tingkat pertama cukup satu tahun saja. Begitu juga sekolah lanjutan tingkat atas cukup satu tahun saja. Penulis sudah melalui jenjang sekolah lanjutan tersebut dan menilai tak ada gunanya sampai total 6 tahun fix tidak bisa dikurangi lagi. Mata pelajaran juga terlalu banyak dan tidak bisa memilih. Sudah jelas dulu penulis tak suka matematika, dipaksa juga matematika. Efeknya penulis jadi tertekan dan membunuh sebagian energi kreatifitas dari bidang lain yang lebih diminati, yakni berpetualang di alam bebas, berhayal dan tulis-menulis. Dasar! Kuliah juga butuh waktu minimal 3,5 tahun atau normal 4 tahun penuh. Ini jelas waktu yang tak masauk akal hanya untuk belajar ilmu hukum, misalnya, yang sebenarnya bisa dikebut dua tahun saja dengan panduan silabus yang ketat. Penulis sudah melalui jenjang strata satu dan menilai waktu empat tahun terlalu lama dan bertele-tele tak ada gunanya. Bahkan, ekstrimnya, walau jenjang strata satu ditambah lagi waktunya jadi enam tahun pun tetap akan demikian itu saja keadaannya. Tak ada nilai tambahnya. Ilmu yang diperoleh dibangku sekolah formal penulis taksir tak sampai 25%, sisanya diperoleh dengan membaca sendiri, melakukan eksplorasi di dunia luar, diskusi, dan organisasi. Sekolah formal fungsinya hanya mensistematisasi dan merangsang minat saja, selebihnya didalami sendiri. Tak akan pernah dalam ilmu tanpa eksplorasi lebih lanjut oleh masing-masing siswa atau mahasiswa. Dengan pola pendidikan yang dipersingkat dan dipadatkan demikian maka pada usia 14 tahun sudah tamat strata satu. Atau, pada usia 17 tahun tamat doktoral---dengan asumsi strata dua cukup 1 tahun dan doktoral cukup 2 tahun. Dengan pola dipadatkan ini maka orang akan terjun di dunia kerja dan kawin pada saat usia sedang greng-grengnya. Apa tidak sedap? Harus diingat, sekolah yang sebenarnya itu adalah di masyarakat.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun