Mohon tunggu...
Ana Mbook Nah
Ana Mbook Nah Mohon Tunggu... -

Public Relations @Universitas Muhammadiyah Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beda Jumlah Beda Fasilitas Ada Uang Kami Senang

29 Juni 2013   16:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:15 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Politik adalah perang tanpa darah dan uang adalah senjatanya. Kalimat itu ada benarnya juga kalau kita lihat drama politik para pengusaha uang yang berlomba-lomba mendapatkan status sosial, jabatan, fasilitas mewah nan berkilau, juga kesenangan. Bagi mereka apapun dapat mereka miliki dan kuasai hanya dengan mengeluarkan uang. Yah,, paling tidak selama mereka menggenggam uang apapun bisa ! Para pengusaha uang itu berlomba-lomba menghasilkan dan mengumpulkan bergepok-gepok uang untuk sekadar kebutuhan ini itu yang belum jelas primer sekundernya. Politik tidak hanya melibatkan uang sebagai senjata ampuhnya tetapi juga kelicikan dan kepintaran si Empunya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Asalkan ada uang masalah apapun dapat selesai dengan lancar dan memuaskan.

Perang Uang

Perang yang dimaksud tadi bukan perang lempar-lemparan uang, tapi perang jumlah angka nol yang disertai bujukan dan kelicikan para pemain politik uang yang bersangkutan. Bukan hal dan fenomena baru lagi di dunia politik bahwa uang dapat menyelesaikan segala macam masalah mulai dari A,I,U,E,O. Yang penting pintar, licik, dan jumlah yang disodorkan. Urusan jumlah angka nol dapat dinegosiasi dalam hitungan menit dan terbentuklah kesepakatan. Tidak hanya para pengusaha uang yang berlomba-lomba mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk kebutuhan mereka, para kaum pemungut uang pun berusaha sekuat tenaga dan menguras keringat demi jumlah yang tak seberapa namun amat berguna bagi mereka. Keadaan ini tidak pernah berubah dari jaman ke jaman. Tidak sedikit dari mereka para pengusaha uang yang mencoba peruntungan lewat jalur cepat tanpa kerja berat namun menjadi keparat. Caranya ?? yaa dengan cari selah sana-sini ada kesempatan ya di coba. Mau halal mau haram mau panas mau dingin yang penting jumlahnya menguntungkan. Urusan kanan kiri depan belakang bisa di tutup dengan uang ratusan ribu dan kesempatan pun menjadi kebiasaan. Maaf, para koruptor bukan bermaksud mencari tahu atau sok tahu sistem kerja seperti ini memang sudah berlangsung lama di perang politik. Dengan perang uang yang sulit bisa menjadi mudah, yang haram bisa menjadi halal, yang tadinya ketat bisa jadi longgar asal ada uang. Tapi bukan melempar uang.

Makin Lama Makin Banyak

Nah, fenomena perang uang tadi merupakan satu dari sekian banyak fenomena yang terjadi di Indonesia tercinta kita ini. Sebenarnya masih banyak lagi fenomena yang bermunculan dan masih ada hubungannya dengan uang. Sebut saja ulah para koruptor yang sejak dulu hingga kini melakukan aksinya dengan berbagai sistem kerja yang telah mereka atur sedemikian hebatnya. Halangan dan rintangan mereka terjang dengan mudah hanya dengan mengandalkan senjata berupa kertas-kertas bergambar mantan presiden kita maka muluslah semua perkara. Sistem kerja bujuk, negosiasi dan suap menyuap sudah menjadi tradisi bagi para koruptor dan pelaku politik lainnya. Tidak heran apabila hingga kini sistem kerja tersebut masih menjadi andalan bagi para pelaku politik yang berjuang mencari kelebihan materi dan kesenangan bagi diri mereka pribadi. Mau uang negara uang rakyat asalkan ada kesempatan dan sistem kerja keparat maka disambarlah dengan cepat dan penuh perhitungan. Urusan hukuman dan sanksi yang digembar-gemborkan menjadi hal yang dianggap mudah yang penting ada uang kami senang. Yang penting uang. Mau tukang becak, tukang sapu, pengemis, gelandangan, pengacara, hakim, jaksa sampai pejabat-pejabat tinggi semuanya perlu uang, semuanya mau uang. Yang penting ada uang.

Beda Jumlah Beda Fasilitas

Pernah dengar ada penjara bak hotel bintang lima? Atau penjara jadi home sweet home kedua??Jawabannya Ya !! kalau ada yang tanya dimana tempatnya ya di Lembaga Pemasyarakatan alias penjara. Kan tadi sudah dibilang ada penjara bak hotel Bintang Lima. Kenapa bisa begitu?? Ya bisa… seperti apa keadaannya?? Yang pasti sangat menyenangkan dan nyaman bagi penghuninya.

Ya, di awal 2010 muncul berita baru yang sangat mengejutkan datang dari terdakwa Penyuapan Jaksa yaitu Mbak Artalyta Suryani. Mbak Artalyta terbukti bersalah dalam melakukan aksi melanggar hukumnya dan di tuntut hukuman penjara. Foto-foto penjara Artalyta Suryani yang mewah terkuak dan setelah melihat isi didalam penjara ini kita melihat betapa hukum tidak ditegakkan untuk si pelanggar hukum beruang ini.Siapa yang tidak tahu tentang penjara? Tempat yang dianggap mengerikan, keras, dan ketat akan peraturan ini bagi kaum awam menjadi salah satu tempat yang dianggap paling buruk untuk ditinggali. Sesak, sempit dan jauh dari kata nyaman. Itulah pandangan kaum awam akan tempat yang diberi nama penjara ini.

Penjara? Mengerikan !! Namun tidak bagi mbak Arthalita Suryani, tersangka kasus Penyuapan jaksa ini mendekor ruang penjara yang di tempatinya menjadi hotel berbintang pada umumnya. Layaknya fasilitas hotel-hotel mewah, Ruang penjara mbak Arthalita pun dilengkapi home theatre lengkap dengan perangkatnya, tempat tidur empuk nan mewah yang nyaman, kamar mandinya pun dilengkapi berbagai macam perangkat dan keperluan khas mbak Artalyta, Lantai dan dindingnya yang tidak lagi asli khas penjara. Dekorasi dinding dengan corak yang menawan nan indah di pandang, dinding penjara yang telah disulap mbak Arthalita dengan pajangan khas seperti foto-foto dirinya. Penjara mbak Arthalita pun di lengkapi ruang bermain bagi anaknya, ruang prawatan wajah dan tubuh untuknya pribadi beserta fasilitas mewah lainnya yang tidak kalah mahal dan berkilau yang mengisi kamar penjara mbak Arthalita. Bahkan mbak Arthalita pun mampu menyewa dan memasukkan pramuniaga (pembantu) untuk mengurusi segala keperluannya. Terlalu banyak untuk disebutkan berbagai fasilitas yang didapatkan mbak Artalyta selama menempati penjara tersebut.Bahkan percaya atau tidak, ada pula fasilitas karaoke ria didalam penjara ! Ya semua itu hanya sedikit fenomena baru yang muncul di masyarakat bahwa penjara para pengusaha uang kini bisa menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk di tempati. Lalu siapa yang harus disalahkan atas kasus penjara mewah artalyta suryani ini? Bagaimana caranya fasilitas-fasilitas itu mereka dapatkan dan nikmati didalam penjara?? Bukankah penjara amat ketat dari penjagaan para sipir dan petugas berwenang yang di lengkapi berbagai peraturan beserta sanksinya? Bukankah penjara tempat bagi para pelanggar hukum dan aturan yang seharusnya dibuat jera? Bukankah penjara tempat mengerikan yang jauh dari kata nyaman dan mewah? Bukankah penjara memiliki banyak peraturan ketat yang harus selalu ditaati penghuninya?

Jawaban dari semua pertanyaan itu adalah Sistem kerja bujuk, negosiasi dan suap menyuap. Urusan jumlah angka nol yang menjadi senjata ampuhnya dapat dinegosiasi dalam hitungan menit atau jam maka terbentuklah kesepakatan. Siapa yang menyuap dan yang disuap sudah jelas jawabannya. Yang penting jumlah yang disodorkan sesuai dengan kesepakatan maka muluslah keadaannya. Beda jumlah beda fasilitas. Lalu bagaimana masalah penyimpangan ini dibenarkan?? Yaa siapa yang tahu… itu semua menjadi urusan dan tanggung jawab para Atasan harus bertindak apa dan bagaimana. Lalu bagaimana dengan nasib para penghuni penjara lainnya? Apakah para penghuni penjara lainnya pun dapat menikmati fasilitas-fasilitas mewah itu? Tidak, semua fasilitas itu ya pemilik si Pengusaha-pengusaha uang tentunya. Para penghuni yang lainnya hanya dapat menikmati kamar penjara 1 untuk 20 orang atau bahkan lebih dengan penuh sesak, padat dan fasilitas seadanya. Beda jumlah ya beda fasilitas ada uang kami senang.

Yaa Allah… lagi-lagi keadilan berpihak kuat kepada para pemegang uang dan para Atasan sedangkan yang tidak beruang dan berasal dari kaum bawah hanya dapat membayangkan keadilan dalam angan-angan mereka. Akankah keadaan ini dapat berubah menjadi baik, ataukah semakin buruk. Semoga saja Indonesia dapat menjadi Bangsa yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran bagi semua pihak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun