Lokasinya agak tersembunyi, karena museum ini terletak di dalam pasar (Pasar Lama Tangerang), jadi otomatis tertutup oleh kesibukan pasar pada jam pasar. Terletak diantara lapak-lapak penjual sayur, namun tidak terlalu sulit untuk menemukannya, karena orang-orang di pasar akan dengan senang hati menunjukkan lokasinya. Lokasi yang paling dekat dengan museum ini dan sangat mudah ditemukan adalah Klenteng Boen Tek Bio.
Museum ini dikelola oleh Udaya Halim dan teman-temannya yang memiliki visi melestarikan budaya Cina Benteng. Kenapa disebut Cina Benteng, karena mereka tinggal di dalam benteng yang dibangun oleh penguasa Belanda pada tahun 1739 guna mencegah serangan dari luar terhadap kota Batavia, khususnya Kerajaan Banten. Benteng ini dijaga oleh tentara dari penduduk pribumi yang didatangkan dari Makassar.
Museum ini menempati rumah tua berarsitektur Tionghoa yang telah direstorasi. Berupa dua pertiga bangunan dari rumah tiga blok yang merupakan satu kesatuan. Karena pemilik rumah blok ke tiga belum mau menjual ke pengurus museum, maka saat ini hanya dua blok yang dimanfaatkan sebagai museum.
Memasuki Museum Benteng Heritage (MBH), Anda akan melihat prasasti peresmian museum ini pada 11 November 2011. Di bagian kiri ada pajangan permainan naga dan genderangnya. Di dinding terpajang foto-foto kota Tangerang masa silam. Setelah membayar tiket masuk, Anda harus menunggu hingga kuota peserta terpenuhi atau periode kunjungan tiap jam yang dimulai dari jam 10.00 pagi.
Seorang pemandu akan memandu kelompok pengunjung, yang pada awalnya mempersilakan pengunjung ke toilet yang tersedia agar tidak mengganggu jalannya tour ke museum. Pengunjung lainnya menunggu sambil duduk pada sebuah ruangan yang diset sebagai ruang makan Cina Benteng, tampak ada rantang khas Tangerang. Pada tour khusus, MBH dilengkapi dengan kuliner khas Cina Benteng: Rujak Pengantin Benteng, Sup Misoa Panjang Umur, Ketupat Cap Go Meh, Ayam Panggang Benteng dan Sate Babi / Ayam.
Pemandu membacakan peraturan pada museum ini yakni pengunjung harus melepas sepatu dan dilarang memotret selama kunjungan. Guna menjaga kelestarian museum, tiap kunjungan dibatasi maksimal 10 orang tiap regu dengan seorang pemandu.
Setelah melepas sepatu dan diletakkan di ruang cindera mata, secara bergiliran pengunjung diminta menaiki tangga yang cukup terjal. Penampakan pertama adalah dua pabrik kecap khas Tangerang yakni SH (Siong Hin) dan Teng Giok Sing. Kecap Teng Giok Sing dikenal yang tertua dan memiliki rasa gurih. Disini diputar video proses pembuatan kecap.
Melalui pintu yang ada falsafahnya dan memiliki kunci rahasia untuk membukanya, pengunjung dibawa keluar untuk melihat suasana pasar dari atas (lantai dua). Disitu terdapat papan nama Tukang Gigi Djie Tin yang merupakan pemilik salah satu blok rumah museum, pemiliknya blok satunya lagi adalah pedagang ikan asin.
Masuk kembali ke dalam, pengunjung akan melihat patung Jenderal Kwan Kong, aneka timbangan candu dan komik. Masuk ke bagian dalam terdapat keramik yang ditemukan dari dalam tanah maupun bagian dalam rumah. Kemudian terdapat prasasti informasi mendaratnya Laksamana Cheng Ho di Teluk Naga, Tangerang (1407) yang menjadi cikal bakal Cina Benteng. Awak kapal Cheng Ho yang menetap di Tangerang berasimilasi dengan warga setempat dan meninggalkan budaya yang masih eksis hingga hari ini berupa:
1. Lomba Perahu Naga (Peh Cun)
2. Tari Naga (Liang Liong)