Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jalesveva Jayamahe

13 November 2014   18:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:53 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Belajar dari  acara the Annual Norwegian Seafood Dinner di Shangri-la Hotel Jakarta semalam, sempat berbincang-bincang dengan beberapa delegasi dari Norwegia yang mengungkapkan, bahwa sumber devisa negara tersebut ada dua jenis, yaitu minyak dan hasil laut. Minyak untuk kondisi saat ini pemasukannya turun drastis, karena eksplorasi dikurangi secara signifikan akibat penurunan harga minyak.

Titik break even di level USD 100 per barel. Hal ini membuat negara tersebut dalam kondisi "krisis ekonomi" yang cukup parah. Beban negara sangat besar. Jumlah penduduknya separuh dari Swedia sementara PNS (pegawai negeri sipil)-nya hampir dua kali Swedia. Akibatnya beban negara sangat tinggi. Apalagi rata-rata gaji pegawai negeri sipili USD 130.000 per tahun. Tingkat pajak 50 - 60 persen. Kondisi ini membuat Norwegia sangat tidak kompetitif.

Meski sejak 1980 tidak mengekspor hasil laut dan perikanan, saat ini ekonomi Norwegia hanya mengandalkan hasil laut. Konon Norwegia adalah negara dengan total ekspor hasil laut kedua terbesar di dunia dan salah satu negara yang memiliki teknologi kelautan tercanggih di dunia. Teknologi itu mampu menyeimbangkan eksploitasi sekaligus menjaga keseimbangan biota laut sebagai "nyawa" mereka. Teknologi kelautan sekelas yang dimiliki Norwegia inilah yang harus diserap Indonesia bila ingin kembali menjadi negara maritim yang berjaya.

Melihat Indonesia akan fokus di kemaritiman, mereka sangat tertarik untuk melakukan investasi termasuk transfer teknologi yang mereka miliki. Dalam sambutannya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan dengan tegas menggunakan bahasa Inggris yang sempurna, bahwa Indonesia sudah memutuskan untuk moratorium ijin baru penangkapan ikan bagi kapal asing. Tetapi tentu saja terbuka untuk bentuk kerja sama yang menguntungkan kedua negara. Tinggal dicari bentuk kerja samanya secara teknis seperti apa.

‎Selesai sambutan Susi, pengusaha Susi Air yang mengaku baru "belajar" menjadi birokrat, dilanjutkan dengan makan malam dengan menu hidangan laut (seafood). Ya, hidangan laut yang sengaja didatangkan khusus secara segar dari Norwegia berikut Chefnya sekalian. Menu utamanya adalah salmon, kepiting, scallop, dan udang.

Sebelumnya, pada awal November 2014, Menteri Susi juga sudah menerima kunjungan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan menyampaikan keinginannya untuk belajar dari Norwegia dalam pengembangan budi daya perairan atau akuakultur.

Bila pantai Pangandaran dengan garis pantai sepanjang 91 kilo meter sanggup mengekspor hasil kelautan sebesar 15-40 juta USD, maka Indonesia dengan 17.000 pulau diharapkan dapat mengalahkan ekspor Norwegia yang sudah mencapai 10 miliar USD pada 2013.

Kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Norwegia dibidang perikanan akan fokus pada budidaya ikan baramundi dan tuna yellowfin di daerah Yapen, Papua Barat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun