Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hikayat Wedang Ronde

23 Desember 2014   02:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419251756173691196

Hari ini, tanggal 22 Desember, selain diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia, di kalangan suku Tionghoa, hari ini juga dirayakan sebagai hari Tangche (hari ronde). Di kalangan suku Tionghoa,  dalam perayaan ini seluruh keluarga ikut membuat ronde yang warna warni, bentuknya kecil-kecil sebesar kacang tanah, namun juga ada yang dibuat agak besar seperti gundu, pada malam hari sebelum tanggal 22 Desember.

Paginya disajikan dengan cairan jahe dan gula kelapa, khusus untuk ibu disediakan dua butir yang ukuran besar dan yang kecil sejumlah usianya. Anak-anak dan anggota keluarga yang lain juga makan sejumlah usia masing-masing, bila masih kurang boleh tambah lagi.

Ronde dibuat bulat sebagai lambang reuni keluarga, pembuatan ronde seharusnya melibatkan seluruh keluarga, sang ayah, sang ibu juga anak-anak ikut membuat bulatan ronde.

Konon zaman dulu ada seorang pemuda yang saat mencari obat di gunung, matanya kena racun ular dan menjadi buta. Saat dia tidur, ibunya mengeluarkan biji matanya sendiri dan dipasangkan pada anaknya. Keesokan harinya saat si pemuda bangun, dia merasa heran karena bisa melihat lagi, ironisnya dia melihat ibunya yang sekarang menjadi buta.

Pemuda itu berniat mengembalikan mata ibunya, tetapi ibunya berkata "cukup buatkan ibu ronde dua butir dari ketan". Maka dengan tulus, si pemuda membuat ronde yang dikehendaki ibunya dan diberikan kepada ibunya. Ibunya memasukan ronde itu kedalam kelopak matanya. Dan Tuhan merobah ronde itu menjadi mata, dan sang ibu pun bisa melihat kembali.

Menyajikan ronde dengan rasa hormat kepada ibu sebagai rasa kasih sayang, karena ibu terlebih dulu sudah mengasihi Anda, bahkan rela memberikan matanya sekalipun.

Demikian hikayat wedang ronde yang dikaitkan dengan hari Ibu, namun ada versi lain yang dikaitkan dengan musim dingin di negara Tiongkok.

[caption id="attachment_361243" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber : Wedang Ronde (Dok Pribadi)"][/caption]

Festival ronde itu diadakan tiap tanggal 22 Desember, sebuah hari besar di kalangan masyarakat Tionghoa yang telah melakukan koreksi terhadap penanggalan matahari dan setiap tahun tidak berubah dan sesuai penanggalan Masehi. Ada dua tanggal yang tidak berubah yaitu tanggal 5 April ( Ceng Beng - untuk menyekar ke kuburan leluhur) dan 22 Desember (untuk makan wedang ronde).

Sekitar tanggal 22 Desember adalah masa yang paling dingin di benua Utara, karena posisi matahari pada titik  kulminasi maksimum di Selatan. Ini salah satu titik yang pertama kali diketahui, percobaan / pengamatan dilakukan dengan menggunakan tiang, dicarilah bayang-bayang yang paling panjang. Posisi tangche  adalah pada saat bayangan paling panjang, karena matahari paling jauh berada di Selatan. Bila sudah mencapai posisi tangche, umur kita akan bertambah. Karena itu ada tradisi makan ronde sejumlah umur kita.

Dulu,  saat menjelang SinCia ( tahun baru Imlek ), banyak warga Tionghoa mudik sudah di mulai sejak bulan Desember. Karena perjalanan panjang dan cuaca sangat dingin. Setiap sampai suatu desa, rumah persinggahan di desa rata-rata membuat minuman yang hangat, yaitu Wedang Jahe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun