Dalam sebuah pagelaran akbar sekelas Kompasianival 2014 tentu ada plus minusnya. Catatan kecil ini ditulis agar dapat menjadi catatan evaluasi bagi penyelenggaraan Kompasianival tahun-tahun berikutnya.
Jujur saja, kali ini adalah kali pertama saya mengikuti ajang temu darat bloggers terakbar, meski acara serupa sudah digelar beberapa kali mengingat usia Kompasiana sudah menginak usia ke-6. Itulah sebabnya, saya tidak dapat membandingkan kesuksesan Kompasianival 2014 dengan Kompasianival sebelumnya.
Pertama-tama saya akan menuliskan catatan positif tentang Kompasianival 2014. Seperti kita alami bersama, promosi Kompasianival boleh diacungi jempol sangat komunikatif dan mampu membangkitkan minat bloggers untuk mengikuti acara ini.
[caption id="attachment_355735" align="alignleft" width="300" caption="Sebagian Kompasianers Mejeng Bareng (Dok : Rahab)"][/caption]
Lalu keynote speaker dan nara sumber yang dihadirkan 90% hadir, padahal nara sumber yang diundang atau ditampilkan termasuk pejabat publik yang sangat padat kesibukan, seperti Ignatius Jonan - Menteri Perhubungan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok - Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ganjar Pranowo - Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Ridwan Kamil - Walikota Bandung, Faisal Basri - Ekonom, dan Lily Wahid - Politisi. Yang ditunggu-tunggu dan berhalangan hadir adalah johan Budi pada Kompasiana Nangkring Politik & Pemberantasan Korupsi.
Acara Kompasiana Tokoh Bicara dapat dikatakan sebagai primadona pada keseluruhan acara, bahkan sanggup mengalahkan kesakralan pengumuman Award.
Dan tentunya ajang temu darat bloggers terbesar ini tetap memiliki roh sebagai wahana untuk mempertemukan para bloggers yang hanya kenal di dunia maya, yang terpisahkan oleh jarak dan waktu, dapat saling bertatap muka, berjabat tangan, berpelukan, berbincang langsung dalam 12 jam tanpa kenal bosan dan tentunya saling mengabadikan kenangan dengan foto kelompok, dari sejak di meja pendaftaran hingga akhir acara.
Last but not least, tema yang diangkat "Aksi Untuk Indonesia" sangat mengena dan tepat sasaran. Sayangnya kurang diikuti oleh seluruh peserta yang 60% belum mengenakan dress code Merah-Putih. Juga Crew Penyelenggara yang malah mengenakan kaos kuning muda. Mungkin karena saya mengenakan dress code Merah Putih, maka saya termasuk salah satu peserta yang terpilih diwawancarai kesan-kesan oleh Panitia.
Tentunya tidak adil bila catatan negatif tidak disampaikan sebagai bahan evaluasi panitia penyelenggara. Meski venue TMII (Taman Mini Indonesia Indah) merupakan lokasi yang hampir semua orang tahu, tapi umbul-umbul gelegar acara kurang banyak, baru ada ketika mulai memasuki kawasan TMII.
Gadis-gadis cantik dengan dress code Merah Putih yang menerima pendaftaran ternyata tidak dibekali pengetahuan tentang keadaan didalam venue acara, sehingga ketika ditanya dimana mengumpulkan potongan door prize tidak dapat menjawab dengan tepat, ketika ditanya penukaran kupon t-shirt, kupon makan siang dan kupon makan malam dimana juga tidak dapat menjawab dengan memuaskan. Seharusnya mereka mendapat briefing sebelumnya.
Meski di venue acara sudah dicantumkan jadwal acara dan di umumkan via Kompasiana, sebaiknya ada buku acara, agar peserta lebih nyaman memilih acara yang diminati.