Blusukan di Pasar 16 Ilir, pasar tertua dan terbesar di Palembang, tentunya bukan untuk memantau harga daging sapi yang sedang hot saat ini. Tetapi lebih bertujuan untuk merasakan denyut interaksi warga Wong Kito.
Dari Museum Sutan Mahmud Badaruddin II kami berjalan kaki menuju Pasar 16 Ilir Palembang, sambil melihat keramaian lalu lintas yang terjadi di kawasan Jembatan Ampera.
Setiba di Pasar 16 Ilir, pertama-tama kami mengunjungi warung Pindang Perahu yang terletak di pinggir sungai Musi. Disini dijual Pindang Pegagan dari ikan patin dan gabus. Pindang Ikan merupakan salah satu makanan khas Palembang. Bersantap di dalam sebuah perahu adalah sebuah sensasi tersendiri, karena tempatnya akan bergoyang bila ada arus air sungai yang cukup kencang.
Setelah menikmati Pindang Ikan yang segar dan sedap, kami masuk lebih ke dalam pasar, disana ada Warung Soto Palembang, yang menjual soto dan sop daging dan ayam, namanya Soto Palembang Haji Daud. Karena daging sedang mahal, penjualnya mengatakan sudah habis untuk daging dan hanya tersedia soto dan sop ayam. Bedanya soto dan sop, yang sop lebih bening pada kuahnya. Keduanya berisikan ayam goreng yang telah dipotong-potong, daging ayam hingga leher dan tulang-tulang lain, potongan kentang, wortel dan tomat. Rasanya juga segar dan sedap, meski dari segi harga cukup tinggi untuk makanan yang dijajakan di dalam pasar.
Blusukan di Pasar 16 Ilir kami akhiri dengan "ngopi di pasar", terdapat kopi susu, kopi hitam, es kopi, dan es kopi susu. Kopi yang disajikan adalah kopi dari lereng Gunung Dempo, tepatnya di daerah Pagar Alam. Kopi diproduksi di suatu tempat, lalu dibawa ke pasar dalam kemasan kantong besar. Lalu di pasar, dibuat kemasan yang lebih kecil, dengan macam-macam merek. Kopi dalam kemasan plastik ini dapat Anda beli untuk dibawa pulang untuk minum kopi di rumah atau sebagai oleh-oleh. Salah satu merek kopi yang cukup populer di Pasar 16 Ilir adalah Kopi Meong.
Pasar 16 Ilir tetap berdenyut tiap hari dengan nafas dan keringat masyarakat, meramaikan pergolakan ekonomi di kota Pempek ini. Sungguh pengalaman yang sangat berkesan dapat menikmati kehidupan yang sebenarnya di sebuah daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya