Judul Buku    : Cinta yang Tertinggal di Swiss dan Liechtenstein
Penulis       : Christie Damayanti
Editor        : Syee
Penerbit      : LeutikaPrio, Yogyakarta
Tahun Terbit   : Oktober 2015
Tebal        : viii + 208  halaman
ISBN Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-371-125-3 Â
Â
‪
Membaca buku ini pertama-tama, saya merasa aneh, karena saya melihat pada cover buku tertulis "Fam's Journey in Europe part 1", namun pada bab 1 disebutkan setelah perjalanan beberapa hari di Belanda dan Belgia, sehingga setibanya di Zurich langsung harus ke hotel untuk beristirahat. Ternyata memang ada salah cetak, buku yang saya baca ini ternyata bagian ke dua, dari rencana empat buku. Akan dilanjutkan dengan seri Perancis dan Italia.
Ketika melihat rencana perjalanan Jakarta - Amsterdam - Zurich - Paris - Roma - Jakarta, sepertinya ada yang salah, karena jarak terlalu panjang, entah kesalahan penulis entah kesalahan agen perjalanan, sehingga penulis sedikit mengeluh dengan mahalnya harga tiket pesawat. Menurut pengalaman saya, lebih ekonomis dan efisien bila mengambil rute Jakarta - Amsterdam - Paris - Zurich - Roma - Jakarta, yang garisnya lebih linier.
Susunan Buku
Buku ini terdiri dari 36 bab dengan didominasi oleh kisah perjalanan di Swiss yang meliputi Zurich, Mount Pilatus, Mount Titlis, Engelberg dan Lucerne (34 bab) dan hanya menyisakan 2 bab untuk negara terkecil di dunia Liechtenstein.
Dari Zurich hingga Lucerne
Diawali dengan kisah pahit ketika menghitung sisa uang Euro didompet. Ada kartu kredit tetapi belum menggunakan pin, jadi bagi pemegang kartu kredit harus siap dengan pin bila berwisata ke Eropa. Karena sebagian besar merchant di Eropa hanya mau menerima penggunaan kartu kredit dengan pin, penggunaan tanda tangan sudah jarang sekali.
Di Zurich, penulis melakukan city tour dengan bis dan kapal pesiar. Harus rela mengeluarkan biaya untuk menikmati danau Zurich yang indah (hal. 22).
Zurich sebuah kota tua, namun mampu mengadaptasi konsep sebuah kota modern yang mendunia. Zurich juga membatasi ketinggian gedung pencakar langit. Landmark kota Zurich adalah Munsterhof Square. Banyak dijumpai bangunan dengan nilai arsitektur tinggi yang mengadopsi arasitektur modern (hal. 30). Kota Zurich juga sangat peduli dengan kaum disabled (hal. 44).
Tour berikutnya menuju Mount Titlis dimana terdapat salju abadi, dengan melalui Mount Pilatus, pulangnya melalui kota Engelberg dan Lucerne atau Luzern. Sebenarnya pemandangan alam Indonesia tidak kalah bila dibandingkan dengan Swiss. Hanya kelemahan Indonesia, masyarakatnya belum mempedulikan lingkungan (hal. 67).
Pengalaman makan siang termahal di Mount Titlis diceritakan dengan rinci. Sempat menemukan saus BBQ dengan nama "Sambel Oelek" tetapi made in Thailand (hal. 89-90).
Setelah menikmati kota Engelberg yang indah, perjalanan dilanjutkan ke kota yang memiliki dua sebutan tergantung bahasa, Lucerne (bahasa Italia) atau Luzern (bahasa Perancis) dimana boleh belanja jam dan coklat.