Bagi yang tinggal di Jakarta dan sering melintas di kawasan jalan Sabang ke jalan Kebon Sirih pasti pernah melewati jalan Jaksa.
Tahukah Anda bahwa jalan Jaksa pernah jaya pada era 1990-2000 ? Para turis mancanegara yang tergolong backpacker pasti menginap dan bersosialisasi di sana.
Jalannya sempit, tidak terlalu panjang, dulu banyak rumah penduduk yang menjadi hotel dan kafe bagi para backpacker. Selain murah, terasa sebagai kawasan internasional, juga lokasinya sangat strategis. Karena dekat dengan Monas, stasiun Gambir, Blok M, Tanah Abang, dan Sarinah. Mirip kawasan hunian turis asing di Yogyakarta.
Webinar Koteka Talk 211 menampilkan mbak Siti, Sekretaris Koteka, yang saat ini sedang bernostalgia di sana.
Mbak Siti saat muda sering menginap di jalan Jaksa, itulah sebabnya ingin napak tilas tempat yang dulu sering dikunjunginya. Perlu diketahui, mbak Siti adalah diaspora yang bersuamikan orang Jerman dan tinggal di Bonn, Jerman.
Kawasan jalan Jaksa saat itu sangat ramai, ada live music, bahkan sangat hidup hingga malam hari. Namun saat ini tinggal tersisa bangunan kumuh dan rapuh, yang sudah tidak layak dihuni karena perlu renovasi. Yang tersisa hanya beberapa gerai kuliner dan tidak terlalu ramai.
Hal ini disebabkan pemilik rumah enggan melakukan renovasi, karena beayanya tinggi. Sudah keluar beaya, tamu belum tentu banyak, karena Jakarta sekarang hanya sebagai kota transit saja. turis mancanegara lebih berminat ke Bali, Lombok, dan Yogyakarta. Lagipula turis sekarang tidak bergaya hidup backpacker sehingga lebih memilih hotel berbintang.
Padahal kawasan jalan Jaksa, sekarang makin bersih dan hijau.
Menurut analisa mbak Siti, kemundutan kawasan jalan Jaksa bisa disebabkan oleh perubahan gaya hidup turis mancanegara yang lebih hedon, kalah bersaing dengan kawasan lain seperti Kemang, SCBD dan PIK.
Guna memulihkan kejayaan jalan Jaksa sebaiknya dilakukan renovasi dengan dukungan Pemprov DKJ, promosi kembali kawasan ini, sebagai kawasan wisata yang menarik.