Sebagai salah satu anggota komunitas KOMiK, yaitu komunitas Kompasianer penggemar film. Tentu aku sering menonton film, baik bayar sendiri, maupun mendapat undangan press screening atau mengikuti acara Nonton Bareng (NoBar).
Dari pengalaman banyak menonton, tentu aku tahu persis cerita seperti apa yang layak diangkat ke layar putih.
Cerita itu harus memiliki banyak konflik, banyak drama, seru, dan ada unsur kejutannya pada akhir cerita.
Nah, kalau mau jujur, ritme kehidupanku paska aku memasuki masa pensiun, sepertinya hanya sedikit warna. Tidak ada dramanya, dan lurus-lurus serta adem ayem saja.
Ritme kehidupan yang tidak seru lagi, karena setelah lepas dari dunia kerja, seakan tidak ada drama lagi. Karena aku yang menentukan gaya hidup sendiri  Jarang ketemu orang (dulu sering sekali ketemu client, boss, teman kerja, bahkan sampai aras Menteri), kalau sekarang paling hanya bertemu teman-teman komunitas saja.
Kalau pun harus bertemu pejabat publik, hanya karena mengikuti acara Gagas RI di Kompas TV atau saat menghadiri Kompasianival.
Ke luar kota apalagi ke luar negeri juga bisa dihitung dengan jari, karena tidak ada tugas dan tidak ada pemasukan, tentu harus berhitung benar keperluan yang mengharuskan aku berangkat
Pertemanan dengan teman-teman di komunitas memang cukup berwarna, namun tidak terlalu dalam, sehingga ujungnya ya biasa-biasa saja.Tanpa drama-drama maupun konflik berarti.
Gaya hidupku dalam berliterasi, hanya berusaha minimal "one day one article" yang masih jauh dari produktif versi Kompasiana. Karena yang produktif itu mengunggah sekitar 10 artikel perhari rata-rata. Isi artikel pun juga lebih banyak pengalaman selama hidup, yang mungkin kurang digemari pembaca Kompasiana pada umumnya. Gak nyambung, istilahnya.
Jadi, kalau dibuat film kesannya hanya monoton atau lamban, dan bakal membosankan layaknya film dokumenter saja.