Sejak masih bekerja hingga setelah purna tugas, saya cukup dekat dengan kereta api. Â Kereta api antar kota selalu digunakan untuk ke luar kota dengan tujuan di pulau Jawa, seperti Bandung, Cirebon Semarang, Bojonegoro, dan Surabaya. Karena tugas saya mengawasi semua kantor cabang.
Bila kebutuhan sangat penting, atau kota tujuan berada di luar pulau Jawa barulah menggunakan pesawat udara.
Berkali-kali naik kereta api antar kota normal saja, karena saya terbiasa memesan tiket jebih awal, jadi pasti mendapatkan tempat duduk.
Namun saya juga masih sempat mengalami naik kereta api yang kumuh, saat sebelum reformasi oleh pak Jonan.Bahkan saya pernah dikatakan bodoh karena selalu memesan tiket, karena orang yang mengaku pintar itu selalu naik kereta api dan duduk di restorasi tanpa membeli tiket perjalanan, hanya bayar beaya makan minum saja. Kalau petugas sedang melakukan pemeriksaan tiket, ia bersembunyi di toilet.
Meski kumuh, saya senang naik kereta api karena ketepatan waktunya. Bahkan saat pulang mudik maupun berwisata juga selalu menggunakan kereta api.
Apalagi setelah reformasi kereta api, naik kereta api sangat nyaman. Pendingin ruangan yang selalu terawat baik. Toilet kereta yang bersih. Tidak ada pengasong naik ke atas gerbong saat berhenti di stasiun, tidak ada porter liar, dan semua penumpang selalu mendapat tempat duduk sesuai tiket, sehingga tidak ada yang tidur di koridor.
Saat sudah pensiun, perjalanan dengan kereta api antar kota tetap jadi andalan, apalagi saya yang sudah tergolong lansia mendapatkan reduksi 20%.
Hebatnya lagi, saya tidak  perlu naik kereta api executive, karena kereta api ekonomi juga sudah rapi, sehingga lebih hemat.
Selain menggunakan jasa transportasi kereta api antar kota, di dalam kota juga lebih sering menggunakan KRL atau commuter line.
Selain bebas macet, juga  ketepatan waktunya yang nemuaskan. Namun ada kendala pada jam-jam sibuk, naik  KRL jadi tidak nyaman di dalam kereta.Selain berdesakan, sikap egois penumpang jadi muncul.