Tiap orang dari generasi manapun pasti memiliki kebutuhan berbeda. Demikian juga keinginan tiap orang berbeda
Itulah sebabnya, biasakan dari kecil /. muda untuk hidup sesuai dengan kebutuhan. Karena keinginan lazimnya muncul karena perasaan iri. Contoh, tetangga baru membeli EV atau mobil listrik yang kalau lewat suaranya halus, hampir tak terdengar. Kita yang melihatnya lalu merasa iri, dan timbul keinginan untuk membelinya juga.
Bila kita tidak sanggup menahan "doom spending" atau keinginan untuk berbelanja, maka kita akan mudah berhutang, entah meminjam ke bank, meminjam ke kantor, meminjam ke teman, meminjam ke sanak saudara, atau bahkan ke pinjol.
Padahal kita belum memiliki kemampuan untuk membelinya, mungkin pendapatan kita berbeda dengan tetangga. Apalagi kita belum tentu butuh EV karena kita belum mengetahui benar detil teknologinya, apakah aman atau tidak.
Kenapa kita dengan mudah memiliki keinginan untuk berbelanja, khususnya barang-barang yang tidak kita butuhkan.
Guna menahan nafsu "doom spending" lakukanlah pengelompokkan berdasar prioritas. Prioritas pertama disebut kebutuhan primer, berikutnya sekunder, tertier, hingga yang bukan prioritas.
Setiap menerima gaji atau upah bulanan, penuhilah belanja untuk kebutuhan primer, misal belanja kebutuhan pangan atau sembako, bayar cicilan, bayar listrik / air / gas / internet, dan pendidikan anak.
Bila masih ada sisa gaji, coba pertimbangkan dengan bijaksana, mau ditabung atau untuk belanja kebutuhan sekunder.
Pada prinsipnya kita harus memiliki prioritas, penuhilah kebutuhan prioritas. Bila kebutuhan sekunder ingin dibelanjakan dengan hutang, harus dipikirkan cara membayar angsuran pokok dan bunganya. Bila tidak nemiliki kemampuan untuk membayar, lupakan saja kebutuhan sekunder itu.
Hiduplah secara sederhana, bukan pelit. Jangan hidup dengan besar pasak daripada tiang. Bila kita terbiasa menahan "doom spending", maka hidup kita akan tenang, karena hidup kita tidak akan dikejar-kejar penagih hutang.