KRL atau commuter line adalah salah satu transportasi umum andalan masyarakat, disamping Trans Jakarta tentunya.
Adanya transportasi umum yang cepat, bebas macet, dan nyaman tentu akan mengurangi kemacetan lalu lintas. Juga bermanfaat bagi lingkungan, karena mengurangi pencemaran udara. Terbukti pekerja yang biasa menggunakan kendaraan pribadi mulai beralih ke transportasi umum.
Bila Trans Jakarta (bus) mulai menggratiskan ongkos untuk lansia, KRL belum nampak akan menjalankan kebijakan ini. Padahal di banyak kota besar dunia, ongkos kereta api untuk lansia kebanyakan sudah digratiskan.
Wacana untuk menaikkan tarif KRL pada saat perekonomian sedang lesu, dikawatirkan akan menimbulkan keresahan . Bagi pekerja dengan pendapatan pas-pasan akan makin menjerit karena harus menyisihkan dana lebih banyak untuk pos transportasi. Apalagi bagi lansia yang sudah tidak memiliki pendapatan, tabungannya akan mskin cepat tergerus dengan adanya kenaikan ini.
Apalagi untuk bepergian tidak bisa mengandalkan KRL semata, kadang harus didahului dan disambung moda transportasi lain, entah gojek, angkot, atau lainnya.
Memang logikanya dengan semua kebutuhan naik, kebutuhan operasional KRL juga akan bertambah. Tapi kendaraan umum, adalah salah satu pos pembeayaan Pemerintah yang tergolong Public Service Obligation (PSO). Rakyat membayar pajak, dan Pemerintah wajib memberikan layanan teansportasi bagi masyarakat.
Memang PSO ini diberikan untuk semua orang, karena masih sulit membedakan siapa yang harus mendapatksn subsidi. Dari informasi KAI diperoleh data bahwa subsidi per orang saat ini cukup besar dari seharusnya membayar Rp 25.000,- kini hanya dikenakan Rp 3.000,-.
Yang harus dipikirkan adalah teknis agar subsidi lebih tepat sasaran
Cara menentukan subsidi bisa dilakukan dengan dibagi menjadi dua golongan, sebagai berikut :
1. Pelajar, mahasiswa, lansia, disabilitas, ibu rumah tangga, dan orang miskin tidak usah dikenakan penyesuaian harga tiket.