Lakespra yang diselenggarakan oleh Kompasiana Air, beberapa Kompasianer jadi memahami betapa peliknya dunia kedirgantaraan. Kita sebagai masyarakat awam berhubungan dengan dunia aviasi bila sedang bepergian naik pesawat udara, atau bagi mereka yang memiliki hobi bermain game "Flight Simulator" maupun mereka yang memiliki hobi sebagai pengamat dunia aviasi.
Berkat program EdukasiLakespra kepanjangannya adalah Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa, terletak di jalan MT Haryono No.41, Pancoran, Cawang, Jakarta Selatan. Terletak  di dekat Dinas Kesehatan Mabes AU dan merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Angkatan Udara Republik Indonesia. Penanda paling gampang, terdapat pesawat Dakota TNI AU yang sudah tidak dioperasikan lagi.
Dari pos penjagaan, kami diarahkan ke gedung HPO (Hypobaric). Bersama 8 penerbang yang harus melakukan pelatihan penunjang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kami mendapatkan pengarahan dari Letkol (U) dr. Endah di dalam sebuah kelas yang di sebut Bina Kelas.
Kami bersama 8 penerbang mendapatkan informasi fasilitas apa saja yang terdapat di Lakespra.
Dijelaskan bahwa manusia adalah mahluk darat, anatomi dan fisiologinya adalah untuk hidup di darat. Untuk bekerja pada penerbangan, performa manusia harus disesuaikan. Maka untuk meningkatkan keamanan dan  keselamatan terbang, diperlukan ILA (Indoktrinasi dan Latihan Aerofisilogi). Yang meliputi pemahaman terhadap mesin pesawat dan tubuh manusia sendiri terhadap atmosfir (altitude tinggi) dan manuver tinggi sehingga fisiologi relatif konstan.
Altitude tinggi dapat menyebabkan hypoxia (pada sistem respirasi) Baik pada sistem oxygen maupun tekanan kabin dan dysbarism yang mengganggu sistem neuro dan kevakuman. Alat pengujinya disebut hypobaric chamber.
Pertama kali kami menyaksikan ruangan Hypobaric chamber yang menguji penerbang pada altitude tinggi.
Saat pengujian berlangsung, kami melihat dari ruang observasi. Pengujian ini diperlukan, karena seorang penerbang dapat terkena hipoxia bila tidak mengginakan masker oxygen pada ketinggian diatas 10 ribu feet. Bila terbang dibawah 10 ribu feet masih diperkenankan tanpa memakai masker oxygen.
Lalu bersama Letkol Kes Jamas Rahadi S. Kep, M.,u kami diantar ke ruang NVT (Night Vision Trainer) yang berguna untuk melatih penglihatan  penerbang bila melakukan penerbangan di malam hari  Bentuknya seperti ruangan bioskop yang sangat gelap. Melatih penerbang beradaptasi dengan gelap dan cahaya dalam gelap.
Lalu kami diajak berkeliling, ada gedung BOT (Basic Orientation Trainer), dan memasuki gedung AOT (Advanced Orientation Trainer), dimana terdapat alat simulasi untuk pendaratan helicopter yang dapat diprogram dengan segala kendala yang dapat terjadi, seperti mendarat di rumput, mendarat di air, dalam cuaca buruk, angin kencang, dan lain-lain. Kedua sarana pengujian ini menguji saat manuver, gerakan yang tidak biasa, juga menguji simulasi ilusi penerbang.
Disini pilot helicopter pesawat militer, pesawat komersial, atau pesawat angkut bisa dilatih disini. Manfaatnya mencegah terjadinya disorientasi pada penerbang.
Kami juga sempat mampir ke gedung Human Centrifuge, meski alatnya sedang dalam perbaikan. Alat ini untuk menguji akselerasi terhadap gravitasi.
Meski tidak dikunjungi terdapat fasilitas untuk menyiapkan penerbang pada durasi yang panjang, mencegah fatigue dan jetlag atau penat terbang. Perlu latihan fisik.
Acara terakhir hari pertama adalah mengunjungi gedung Ejection Seat Trainer. Disini penerbang dilatih cara duduk pada posisi yang tepat, termasuk posisi kepala agar kursi lontar dapat berfungsi. Salah satu peserta sempat mencoba dengan simulasi kebakaran, muncul gambar asap di layar monitor. Setelah meneriakkan "eject" tiga kali, menarik tongkat yang mengaktifkan kursi lontar. Dalam simulasi ini hanya naik ke atas, tidak benar-benar terlontar kursinya.
Hari kedua, kami diajak mengikuti pelatihan HUET (Helicopter Underwater Escape Trainer).
Sebuah alat disimulasikan sebagai pesawat yang mendarat di dalam air. Pada simulasi ini air kolam yang digunakan memiliki kedalaman 5 meter.
Setelah berganti busana yang boleh basah, kami diterjunkan ke dalam air, dan dilatih cara bertahan dan menyelamatkan diri keluar ke permukaan air. Simulasi ini sangat berguna bila dalam penerbangan dengan pesawat komersial bila kita harus mendarat darurat di laut.
Setelah ganti busana kering, berakhirlah Edukasi Lakespra. Kompasiana Air sempat menyerahkan plakat kenang-kenangan yang diserahkan kepada Marsekal Pertama TNI Rahardyan, Ketua Lakespra.
Melalui Edukasi Lakespra ini kita jadi  memahami betapa peliknya kesiapan K3 seorang penerbang.
Lakespra, selain sebagai sarana latihan Aerofisiologi ILA (1967), saat ini juga difungsikan untuk menjadi pusat pemeriksaan kesehatan (sejak 1973).
Fasilitas HUET pada Lakespra Saryanto juga memberikan pelatihan Scuba Diving dengan instruktur yang berkualifikasi.
Dinamakan Lakespra Saryanto untuk menghormati perintis jasa pelayanan dan pemeriksaan kesehatan.
Saat ini Lakespra Saryanto dipimpin oleh Marsekal Pertama TNI Rahardyan.
Terima kasih kepada pimpinan dan staff Lakespra yang telah menerima kunjungan kami dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H