Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Film

Bumi Manusia, Film yang Sangat Humanis

20 Maret 2024   18:00 Diperbarui: 20 Maret 2024   22:57 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan film (t sumber gambar: detik.com)

Bila ditanya film nasional, apakah yang harus ditonton? Jawabnya pasti "Bumi Manusia".

Film besutan Falcon Pictures yang dirilis pada tahun 2019 ini tak pernah hilang dari kenangan. Apalagi menontonnya  pada hari terakhir di bioskop TIM yang saat ini sudah rata dengan tanah akibat revitalisasi kompleks Taman Ismail Marzuki.

Film yang diadaptasi dari biografi karya sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer, yang pernah dilarang beredar pada era Orde Lama ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo, setelah berpindah-pindah dari satu sutradara ke sutradara lainnya.

Dengan menyaksikan film ini, kita dapat merasakan betapa sengsaranya bangsa Indonesia saat era kolonial. Perbedaan antar manusia yang satu menjadi tuan yang lain menjadi budak. Bahkan menjadi istri simpanan, di luarnya tampak megah, namun di dalam hatinya penuh hinaan.

Masyarakat juga tersekat dalam kasta antara ningrat dan rakyat biasa. Inilah politik memecah belah bangsa atau divide et impera  yang dilakukan oleh bangsa  penjajah untuk membuat bangsa Indonesia terpecah.

Digambarkan betapa susahnya menjadi bangsa pribumi di tanah air sendiri harus mendapatkan perlakuan semena-mena. Selalu dicap salah, tidak dapat berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Berjalan di gedung pengadilan pun harus dengan cara merangkak.

Apalagi bila harus terlibat masalah asmara. Hubungan antara anak pribumi dengan anak orang asing merupakan aib yang harus disembunyikan bahkan dilarang.

Film ini diperankan dengan sempurna oleh Iqbal Ramadan, Mawar de Jongh dan Ine Febriyanti  Yang menggambarkan kegamangan tokohnya sebagai manusia Indonesia berpendudukan Eropa yang harus dipertahankan demi statusnya, atau harus membela tanah kelahirannya yang selalu direndahkan.

Film ini patut diapresiasi sebagai film nasional terbaik di masanya. Karena berhasil menggambarkan cerita biografi secara lengkap dengan tangkapan fotografi yang ciamik.

Melalui film ini kita diajak untuk menghargai kemerdekaan, karena dijajah sungguh membuat kita tidak layak dianggap manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun