Wacana untuk menambah hari libur dalam satu minggu perioda kerja dirasakan akan kontra produktif. Jika semula, hari kerja dari Senin hingga Sabtu (total 40 jam) dengan libur satu hari untuk istirahat.
Kemudian diubah menjadi lima hari kerja dari Senin hingga Jumat, dengan Sabtu dan Minggu sebagai hari libur. Total jam kerja tetap 40 jam, jadi tiap hari karyawan atau ASN bekerja selama 8 jam per hari.
Kerja selama 8 jam sehari saja, kadang masih harus ada jam lembur. Nah, kalau jam kerja diperpanjang menjadi 10 jam per hari, apakah ada jaminan jam lembur bisa dipangkas ? Dan karyawan atau ASN mampu bekerja efektif ? Bila bekerja 8 jam per hari ada dua kali jedah, rehat kopi plus satu kali makan siang. Apakah dengan bekerja 10 jam harus ada tiga kali rehat kopi?
Juga yang perlu dipertimbangkan adalah waktu dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya. Pada jam kerja 8.00-16.00 atau 9.00-17.00 saja masih banyak yang terlambat dan pulang malam. Bagaimana bila jam kerja harus nenjadi 10 jam, atau jam kerja harus diubah menjadi 6.00-16.00 atau 7.00-17.00 ? Jam berapa mereka harus berangkat dan pulang? Belum lagi bila bulan Ramadan, jam yang dipangkas akan lebih besar.
Alasan meliburkan hari Jumat untuk memberi kesempatan karyawan atau ASN beribadah. Sekarangpun, karyawan dan ASN tetap bisa menjalankan salat Jumat dengan leluasa, karena berlangsung pada jam istirahat.
Bila sedang menentukan hari rapat dengan mitra kerja asing. Kita sering dicempoh karena jumlah hari libur yang terlalu banyak. Apalagi kalau jumlah hari kerja dikurangi, tentu karyawan dan ASN Indonesia akan lebih dicempoh.
Mari kita pikirkan mencari pola kerja yang efektif, cepat dan tepat. Jangan malah memikirkan menambah hari libur alias memperpanjang jam kerja yang akan lebih merepotkan rakyat kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H