Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tiap Profesi Tidak Perlu Punya Hari

26 Februari 2024   11:16 Diperbarui: 26 Februari 2024   11:27 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ( sumber gambar: iStock.com)


Meski saat ini sudah ada Hari Guru tanggal 25 November, atau Hari Buruh yang paling terkenal dengan istilah "May Day" atau tanggal 1 Mei.

Apakah tiap profesi perlu ditetapkan memiliki hari untuk diperingati? Usulan Hari Komedi mencuat saat komedian Komeng yang terkenal dengan jargon "uhuuy" terpilih sebagai calon DPD Provinsi Jawa Barat. Karena berhasil mendulang jumlah suara cukup banyak, maka Komeng dieaeanxarai oleh media, program apa yang akan diperjuangkannya. Dan Komeng menjawab akan memperjuangkan ditetapkannya hari Komedi.

Masih banyak profesi yang belum memiliki hari, bila tiap profesi mengusulkan hari, bukankah kita yang akan bingung? Karena jumlah profesi itu amat banyak. Diawali dari profesi tertua yaitu PSK (Perempuan Seks Komersial) yang semula disebut pelacur, nanti ada barista, pembuat konten, atlet, tukang kayu, tukang batu, dan lain-lain, apakah harus memiliki hari special.

Saat ini saja sudah cukup membingungkan, antara hari x international dan hari x nasional. Contoh: Hari Ibu international diperingati 14 Mei, sedangkan hari Ibu nasional diperingati tiap 22 December.

Sebenarnya, bukan penetapan hari yang diperlukan, namun kepedulian Pemerintah dan masyarakat pada sebuah profesi. Kalau kita kembali pada usulan Hari Komedi, sebenarnya yang diperlukan adalah kepedulian terhadap profesi setelah orangnya tidak tenar lagi.

Seorang komedian saat tenar mungkin bisa mengantongi honor jutaan. Bila mereka tidak pandai menabung, pada saat sudah tidak tenar lagi, mungkin mereka tidak  memiliki pendapatan, dan pasti tidak menerima pensiun, karena bukan ASN.

Jadi bukan penetapan hari Komedi, yang diperlukan, namun semacam paguyuban yang mampu mengatur pemasukan dan pengeluaran seorang komedian, baik saat dia tenar maupun saat sudah redup pamornya.

Dengan paguyuban yang dapat mengatur kondisi keuangan seorang komedian, maka kita tidak akan menemukan seorang komedian terlunta-lunta di hari tua.

Demikian pula dengan profesi lainnya, hendaknya ada badan atau institusi yang mengatur, sehingga tidak akan terjadi seorang yang tadinya tenar, menjadi terlunta-lunta. Misal, atlet nasional bulutangkis, saat masih bisa berkiprah di gelanggang international, hadiahnya mencengangkan, namun setelah tidak berprestasi lagi sering kita menemukan nasib atlet yang terpuruk. Terlebih pada cabor yang kurang favorit, seperti angkat besi, saat berprestasi hadiah biasa-biasa saja, sehingga tidak bisa menabung untuk hari tua. Berbeda dengan atlet bulutangkis yang hadiahnya besar, sehingga bisa menjadi wiraswatawan/ wati.

Memikirkan nasib seseorang pada hari tua, saat sudah renta, jauh lebih berfaedah.daripada sekedar penetapan sebuah hari peringatan.

Ini opini saya, Bagaimana pendapat Anda? Mari saling berbagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun