Seperti halnya negara Asia Tengah lainnya, seperti Uzbekistan, maka di Xinjiang pasti akan dihidangkan naan, bahkan sering masih hangat karena baru diangkar dari panggangannya.
Di Xinjiang, tiada hari tanpa naan, seperti orang Indonesia belum kenyang kalau belum menyantap nasi.
Meski kawasan muslim, namun di Xinjiang wisatawan boleh minum arak putih, yang berkadar alkohol 54%. Saat kami ramai-ramai menikmati arak putih, meja sebelah yang ditempati orang Kuching, Malaysia sudah ribut duluan, rupanya mereka sudah mulai mabuk.
Di Xinjiang memang tidak menyediakan makanan berbahan baku babi, karena dianggap haram. Kuliner kebanyakan berupa sayur dengan daging domba, sapi, dan ayam. Mereka juga mengenal mie yang disebut lamian.
Cara memasaknya tidak jauh berbeda dengan kuliner China (Chinese food), hanya saja tidak menggunakan minyak babi (lard). Bagi Anda yang Muslim, berwisata di Xinjiang dijamin aman, karena kuliner disini semuanya halalÂ
Masyarakat Nomaden
Selain suku Uyghur, kita juga menjumpai suku nomaden (pengembara) yaitu suku Kazakh dan Mongolia.
Suku Kazakh dan Mongolia merupakan masyarakat nomaden kuno di Tiongkok, mereka hidup dengan mencari air dan rumput. Dan mereka harus siap pindah tempat tinggal setiap saat.
Rumah bergerak suku Kazakh disebut Yurt, sedangkan Monggoboo bagi suku Mongolia berupa sebuah tenda bundar yang mudah dipindah-pindah. Meski keduanya mudah dipindah, tetap memiliki estetika dan kreativitas unik bagi suku padang rumput ini.
Karena keduanya memiliki bentuk yang mirip, orang asing sering menganggap Yurt dan Monggoboo ini sama.
Bila Anda penasaran ingin merasakan tinggal di Yurt, sekarang sudah ada Yurt yang dapat disewa. Di bagian dalam Yurt banyak pernak pernik ornamen khas suku Kazakh.