Kini muncul lagi larangan memiliki rambut gondrong di sekolah sehingga diangkat menjadi Topik Pilihan oleh Kompasiana. Banyak guru yang memberikan hukuman mencukur rambut siswanya yang memiliki rambut gondrong. Alasannya tidak rapi dan menjurus ke penampilan manusia kurang beradab.
Penulis langsung teringat masa-masa di SMA 40-50 tahun yang lalu. Memang saat itu, rambut gondrong sedang menjadi mode bagi remaja putra, sedangkan bagi remaja putri adalah mengenakan rok mini. Alasan pelarangan saat itu juga sama. Tentu membuat darah muda kami bergejolak. Kami yang kebetulan memiliki kelompok belajar yang sering disebut gang, langsung mengadakan perlawanan atas aturan sekolah tersebut.
Kami menghadap Kepala Sekolah dan menanyakan dasar pelarangan siswa putra memiliki rambut gondrong dan harus dihukum dipotong di depan kelas. Kepala Sekolah berdalih ini atas saran Persatuan Orangtua Murid (POM) yang mengasosiasikan rambut gondrong dengan anak berandalan yang selalu berulah negatif, baik di sekolah maupun di tempat umum.
Akhirnya, kami menawarkan solusi, minta dihadapkan dengan pengurus POM. Kami hadir bertiga karena mereka juga hadir bertiga-- Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris.
Kami mengajukan protes atas pelarangan itu karena mengekang kami untuk berekspresi. Lalu kami menyodorkan pertaruhan--bila kami yang berambut gondrong mampu memiliki prestasi tinggi di sekolah dan tidak memiliki perbuatan amoral di sekolah maupun di masyarakat, pelarangan itu harus dianulir. Sebaliknya, bila kami yang berambut gondrong terbukti tidak mampu berprestasi serta memiliki catatan buruk atas sikap kami baik di sekolah maupun di masyarakat, kami bersedia dicukur gundul.
Semula Pengurus POM agak berkeberatan karena asumsi tentang rambut gondrong ini selalu negatif di kalangan orangtua. Namun, kami berargumentasi bahwa asumsi itu harus dibuktikan dulu.
Karena saat itu prestasi siswa diukur berdasar rapor yang dibagikan tiap empat bulan atau kuartalan (beda dengan saat ini yang per semester atau 6 bulan), pada saat pembagian rapor, pengurus POM hadir.
Saat dibacakan juara kelas, yang maju adalah anggota gang kami semua. Maka dari itu, pengurus POM tidak dapat berkata-kata saat kami menanyakan nasib pertaruhan kami. Kami, siswa yang berambut gondrong terbukti menjadi juara kelas. Artinya, kami memiliki prestasi akademik tinggi. Sekaligus pada rapor kami juga tidak ada catatan negatif mengenai sikap kami selama 4 bulan, baik di sekolah maupun di masyarakat. Justru beberapa orang dari kami sering mewakili sekolah untuk kejuaraan antarsekolah. seperti cepat tepat, mengarang, olahraga, dan kesenian.
Dengan demikian, kami memenangkan pertaruhan itu sehingga Pengurus POM terpaksa meminta Kepala Sekolah untuk mencabut pelarangan rambut gondrong. Jadi, kami melakukan perlawanan secara positif. Kami sanggup membuktikan bahwa rambut gondrong tidak selalu identik dengan miskin prestasi dan biang keonaran.
Sebagai generasi muda waktu itu, kami dapat memberikan bukti yang telak. Akibatnya, semua asumsi dan praduga negatif sanggup kami patahkan. Bagi generasi muda saat ini, tirulah cara kami. Kami melawan tidak secara anarkis, tetapi dengan prestasi. Semoga kita dapat berekspresi sekaligus menghilangkan persepsi salah di masyarakat bahwa rambut gondrong identik dengan pembuat keonaran.