Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Klenteng Phan Ko Bio Tertua di Bogor

24 Oktober 2022   05:00 Diperbarui: 24 Oktober 2022   10:23 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai destinasi berikutnya setelah mengunjungi Kampung Batik Cibuluh adalah menuju pulau Geulis. Atau pulau cantik, karena geulis dalam bahasa Sunda, artinya cantik. Semula saya agak heran, apakah kota Bogor memiliki laut, sehingga mempunyai sebuah pulau. Ternyata pulau Geulis ini tidak terletak di tengah laut, melainkan terletak ditengah sungai Ciliwung.

Setelah melalui jalan berliku, karena jembatan penghubungnya sedang dalam perbaikan, tibalah kami di Klenteng Phan Ko Bio yang merupakan Klenteng tertua di Bogor.

Kedatangan kami disambut dengan gegap gempita oleh suara gendang Tionghoa, rupanya penyambutan selamat datang mendatangkan atraksi barongsai. Setelah barongsai mempertunjukkan atraksi selamat datang, kami diajak ke dalam Klenteng untuk mendengarkan penjelasan dari Chandra, selaku pengurus Klenteng. Chandra didampingi anggota keluarga penemu Klenteng ini dan Ketua RW setempat.

Saat kami memasuki Klenteng, di halaman depan terdapat sebuah meja yang dijaga ibu-ibu yang menjajakan makanan. Rupanya ibu-ibu di Kampung Wisata pulau Geulis ini sangat menguasai kuliner. Kemudian terdapat hiolo, tempat abu bagi Tuhan, lalu di bagian dalam tempat abu bagi dewa tuan rumah, dewa Phan Ko. Dewa ini dipercaya sebagai nenek moyang orang Tionghoa.

Keunikan lain Klenteng ini tidak hanya didominasi warna merah dan kuning, namun juga ada warna hijau. Inilah akulturasi budaya yang menggabungkan budaya Tionghoa dengan budaya Sunda.

Warna hijau terdapat pada warna payung Sunda. Selain itu terdapat batu besar di dalam Klenteng, juga di bagian belakang Klenteng, yang disebut batu era militikum. Juga terdapat makam atau petilasan dua tokoh penyiar agama Islam di Jawa Barat

Dalam penjelasannya, Chandra menguraikan beda Klenteng dan vihara. Vihara adalah tempat ibadah berbasis agama, sedangkan Klenteng berbasis budaya atau tradisi. Jadi orang beragama apapun boleh betsembahyang di Klenteng dengan cara menurut agama masing-masing. Juga Klenteng dibuka sepanjang waktu, berbeda dengan vihara yang dibuka pada waktu tertentu saja.

Di altar Klenteng Phan Ko Bio ini terdapat patung dewa Phan Ko, Buddha, Dewa Kwan Kong, dewa bumi dan Dewi Kwan Im.

Dewa tuan rumah di Klenteng ini berbeda dengan tuan rumah Klenteng Dhanagun di jalan Surya Kencana. Kalau di Klenteng Dhanagun (Ho Tek Bio) karena dekat pasar, tuan rumahnya dewa rejeki.

Dewa Phan Ko adalah dewa yang diyakini nafasnya menjadi udara yang dihirup penduduk, matanya menjadi matahari dan bulan, darahnya menjadi sungai dan suaranya menjadi halilintar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun