Guna memperingati Hari Perempuan Sedunia dan harus menuliskan sineas perempuan yang menginspirasi, langsung terpikir untuk menuliskan tentang Lola Amaria. Pribadi perempuan mumpuni yang semestinya menjadi iteladan banyak perempuan Indonesia. Cerdas, rendah hati, idealis dan sarat prestasi.Â
Bicara mengenai Lola Amaria, kita pasti ingat awalnya dia muncul dan dikenal. Lola menjadi bersinar sejak memenangi kontes Wajah Femina 1997.
Lola yang merambah ke dunia seni peran, mengawali berperan dalam sinetron yang sukses "Penari". Aksinya sebagai tokoh penari erotis, Sila, berhasil memukau banyak pemirsa. Sejak itu Lola, mulai dilirik oleh banyak  sutradara untuk ditawari beraksi di film yang akan diproduksi.
Muncullah awal penampilannya di pita selluloid berjudul "Tabir' pada tahun 2000. Lola yang sejak kecil bercita-cita ingin menjadi diplomat, karena melihat ayah temannya sering ke luar negeri. Akhirnya merasa bahwa melalui seni peran bisa juga keluar negeri bila filmnya berkualutas, dan akan sering mendapat undangan ke luar negeri untuk me nunjukkan karyanya. Terbukti beberapa film arahan Lola sering mendapat pujian di festival-festival film di luar negeri, misalnya Italia. Â Film yang telah diperani Lola adalah "Merdeka 17805" atau "Muradeka 17805" (kerja sama dengan Jepang), "Beth", "Ca Bau Kan", "Novel Tanpa Huruf R", "Minggu Pagi di Victoria Park" dan "Kisah 3 Titik".
Saya mulai tertarik (ngefans) pada  Lola sejak perannya sebagai Tinung dalam film "Ca Bau Kan". Film yang diadopsi dari novel karya Remy Silado.
Lola tidak puas sekedar menjadi pemeran film saja, tetapi juga merambah menjadi  sutradara dan produser film.
Film perdananya "Betina" (2006) diproduksi dari koceknya sendiri. Film-film Lola kebanyakan bersifat idealis, sehingga kadang sulit mendapat pembiayaan dari sponsor.
Coba kita lihat film hasil arahannya rata-rata idealis, seperti "Calon Pengantin" yang dianggap sebagai hadiah untuk peringatan Hari HIV / AIDS Sedunia, "Betina" (film yang melucuti sensualitas wanita), "Minggu Pagi di Victoria Park", "Sanubari Jakarta", "Jingga" (film tentang peran keluarga dalam kehidupan anak), "Lima" (film tentang penerapan Panca Sila dalam kehidupan bangsa Indonesia) dan "Labuhan Hati'.
Salah satu filmnya yang cukup fenomenal adalah Hong Kong Rhapsody". Film ini mengambil jalan cerita kisah percintaan seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di Hong Kong. Lola memilih kehidupan TKW di Hong Kong karena spesifik, para TKW ini lebih dianggap keluarga daripada sekedar pembantu atau asisten rumah tangga belaka. Dalam film ini Lola juga ikut memerankan tokoh Lasti seorang anak Jakarta yang nekad menjadi TKW di Hong Kong, selain juga sebagai sutradara.
Pengambilan gambar film "Hong Kong Rhapsody" ini dilakukan di Hong Kong bersamaan waktunya saat Lola menyelesaikan film "Novel Tanpa Huruf R".