Suatu hari seorang teman marah-marah di laman WhatsApp. Dia telah membaca berita yang menurut logikanya tidak masuk akal yang telah dimuat pada sebuah portal berita daring.
Dia begitu marahnya, dia mengatakan era media 30 tahun yang lalu, berita yang dia baca di koran hampir 99% valid. Dia sangat marah, karena dia menyangka cara kerja redaksi portal berita yang  dibacanya telah menerapkan prinsip 'check and recheck' yang sesuai dengan nama besar media tersebut. Ternyata setelah ikut terjun ke dunia media digital, media ini juga ikut-ikutan media digital lain menurunkan berita yang tidak akurat.
Dia jadi mempertanyakan, dimana bisa membaca media digital yang benar-benar akurat. Dunia media digital hanya mementingkan kecepatan tayang, bukan keakuratannnya. Karena, berita yang salah dapat dengan mudah disunting (diedit), meski tetap meninggalkan jejak digital  Jadi yang penting, berita tayang dulu, bila kemudian diketahui salah, Redaksi dengan mudah melakukan perbaikan.
Prinsip ini yang tidak bisa diterima oleh sebagian pembaca, karena berita itu sudah terlanjur dibaca oleh pembaca, bahkan mungkin di copy dan diedarkan.
Berita olah raga yang belum tuntas juga seringà sudah diunggah, misal kesebelasan A sudah berhasil memasukkan gol ke gawang kesebelasan B, beritanya sudah langsung tayang dengan judul bombastis "A Unggul 1-0 atas B", padahal hasil akhirnya  B yang menang. Memang akhirnya ada berita berikutnya yang memberitakan bahwa B menang atas A.
Hal seperti ini memang tidak akan terjadi saat berita masih diterbitkan dalam bentuk koran. Wartawan akan menulis berita, setelah pertandingan selesai. Kesalahan pada media cetak adalah aib, karena keesokan harinya, berita yang salah harus diralat. Wartawan yang sering menuliskan berita yang salah akan merasa malu, termasuk Redaksinya.
Setelah media berubah menjadi digital, media beralih adu cepat, bukan adu keakuratan berita. Jadi yang penting tayang pertama kali. Lalu bila terjadi kesalahan, langsung disunting tanpa menuliskan ralat. Jadi seringnya kesalahan seorang wartawan atau Redaksi tidak tampak lagi. Setelah disunting, isi berita tampil seperti sama dengan berita sebelumnya, meski sudah berubah.
Berkaitan dengan Hari Pers Nasional, 9 Februari, hendaknya seluruh media mengkaji ulang prinsip adu cepat dengan kembali adu akurat. Sedikit lambat asal akurat, jauh lebih berintegras, daripada cepat tetapi menayangkan berita yang salah. Perubahan prinsip ini otomatis akan menghilangkan munculnya berita hoaks.
Juga sebaiknya prinsip penerbitan ralat, tetap dipertahankan agar wartawan atau Redaksi tidak boleh mengubah Isi berita yang salah, meski secara digital memungkinkan melakukan perubahan ini. Hal ini sekaligus sebagai pertanggung jawaban dan mengurangi menayangkan berita yang salah.
Apakah dapat diterapkan regulasai seperti ini? Â Tentunya bisa, asalkan diikuti sangsi yang berat bagi media yang kelolosan menayangkan berita yang salah. Media harus meralatnya, dan tidak boleh melakukan perubahan pada konten asal.
Semoga regulasi ini dapat memperbaiki citra media yang sudah sangat buruk dan carut marut.