payung secara gratis di suatu tempat yang banyak dilalui pejalan kaki.Â
Pernah viral kejadian di Jepang ketika ada orang (mungkin Pemda atau LSM atau pemilik toko besar) yang menyediakan atau meminjamkanTujuannya agar pejalan kaki tidak kehujanan, lalu di beberapa tempat lainnya juga tersedia tempat untuk meletakkan atau mengembalikan payung yang telah dipinjam tersebut (collection point).Â
Tanpa dicatat nama peminjamnya, dan peminjamnya juga dengan jujur mengembalikan payung tersebut dalam kondisi baik dan tidak rusak. Peminjamnya meski tidak diketahui jati dirinya justru memakai dengan hati-hati agar payung itu nanti dikembalikan dalam kondisi baik, agar dapat digunakan oleh orang lain yang membutuhkannya.Â
Uniknya lagi, tingkat kehilangan mendekati nol, berarti peminjamnya rata-rata bertanggung jawab dan berterima kasih atas energi positif yang dilakukan oleh penyedia payung.
Memang di kota-kota besar Indonesia justru akan menghilangkan nafkah bagi sektor informal yang menyediakan jasa sukarela peminjaman  payung ini yang dilakukan oleh ibu-ibu atau anak-anak dari warga kurang mampu.
Â
Sementara di Swedia terdapat jasa peminjaman jaket. Prinsip kerjanya hampir mirip dengan peminjaman payung di Jepang, jadi bila ada orang kedinginan orang ini dapat meminjam jaket selama dalam perjalanan, lalu mengembalikannya pada tempat pengembalian di tempat tujuan.Â
Memang jasa ini tidak terlalu higienis, karena jaket bersifat pribadi namun sangat membantu orang yang kedinginan dalam perjalanannya. Usaha inipun.disambut positif dan memiliki tingkat kehilangan dan kerusakan yang kecil.
Di desa-desa atau kota kecil di Indonesia, bahkan di Jakarta, masih ada kebiasaan ini. Yaitu menyediakan kendi berisi air atau teko berisi air, beserta sejumlah gelas yang dapat di minum secara gratis oleh pejalan kaki yang kehausan di perjalanan.Â
Di Jakarta jalannya dikenal dengan nama 'Petekoan' di daerah kota. Pemilik rumah tiap waktu mengisi air yang sudah terminum. Memang di kota sekarang sudah banyak penjual AMDK atau gerai-gerai swalayan yang menjual AMDK, namun kearifan lokal ini sebaiknya jangan sampai hilang.
Dulu bahkan ada rumah  yang menyediakan dipan gratis untuk beristirahat bagi siapa saja yang merasa lelah dalam perjalanannya ke sawah, atau dari desa ke kota. Pemilik dipan dengan sukarela tiap hari membersihkan dipan, agar dipan itu layak digunakan untuk beristirahat.
Mereka menyediakan air minum dan dipan dengan sukarela, tanpa mengenal orang yang akan menggunakannya.
Penyedia air minum dan dipan tidak juga orang kaya, namun mereka dengan tulus berbagi kepada setiap pejalan kaki yang membutuhkan tempat istirahat dan kehausan.