Bagi diaspora dimanapun berada pasti rindu untuk pulang ke negara asalnya. Seperti Kompasianer, Gaganawati Stegmann, Kompasianer of The Year 2020 yang saat ini bermukim di Jerman terpaksa harus mudik, untuk mengunjungi makam ayahnya yang meninggal tahun lalu dan juga untuk keperluan mengurus dokumen perbankan.
Karena sekarang masih masa pandemi, meski penularan sudah agak melandai, siapapun yang datang dari luar negeri harus menjalani aturan 10 hari karantina. Karantina boleh dilakukan di hotel (berbayar) atau wisma (gratis) bagi pelajar.
Karantina dilakukan di 3 kota pendaratan, Jakarta, Â Surabaya atau Denpasar. Dan info terakhir, karantina sudah diperpanjang menjadi 14 hari.
Â
Bagaimana rasanya 10 hari karantina? Berapa harga menginap di hotel dan apa saja fasilitas yang diberikan? Apa yang bisa dilakukan selama karantina? Mengapa tidak pilih wisma yang gratis fasilitas dari pemerintah? Mengapa ada ribut-ribut di media massa dan media sosial soal wisma pada tanggal 18 Desember bertepatan dengan kedatangan Gana? Maka Koteka Talk digelar dengan tema 'Gimana Rasanya 10 Hari Karantina?" dengan  narasumber Gaganawati Stegmann, dan dipandu oleh Ony Jamhari.
Gana yang melakukan perjalanan dari Jerman - Swiss - Singapura - Jakarta,  selama 16 jam perjalanan dan mendarat di Terminal 3 bandara  Soekarno Hatta pada tanggal 18 Desember 2021 jam 10.00 WIB. Uniknya, saat penerbangan pesawat penuh.
Gana dapat mudik, karena menghabiskan cuti kerja dan pendidikannya yang dapat digabung hingga cuti 3 minggu.Â
Semula  karantina hanya 3 hari lalu meningkat menjadi 10 hari, meski Gana memiliki kartu pelajar karena sedang menjalani pendidikan, seharusnya bisa memilih karantina di wisma yang gratis, namun melihat antrean yang mencapai 18 jam, akhirnya dengan berat hati, Gana memilih hotel bintang 3 ternyata biayanya hampir 10 juta Rupiah dan mencarinya sangat susah.
Saat mulai turun dari pesawat, urusan memakan waktu 1 jam, di foto oleh tentara dengan penjemput dari hotel dan diberi gelang karantina.
Gana yang tinggal di negara yang sangat memjunjung tinggi HAM, sangat merasa adanya perbedaan pada karantina di Indonesia, karena Pejabat bisa karantina mandiri di rumah, sedang warga biasa harus di hotel yang cukup mahal dan wisma yang gratis. Kenapa harga hotel di bisniskan?
Sedangkan di Jerman, semua orang yang memiliki rumah sendiri, boleh isolasi mandiri di rumah, dengan ada petugas yang mengawasinya.