Gana sangat menyayangkan adanya kasta di Indonesia dalam hal karantina. Biaya yang dikeluarkan hampir 10 juta termasuk kamar deluxe dengan ranjang king size, makan 3x sehari, televisi, cuci pakaian 5 pcs tiap hari sekali dan 2x PCR serta menginap 9 malam 10 hari. PCR dilakukan 1x di bandara dan 1x di hotel.
Di samping mengeluh karena ketidak adilan yang dialaminya, Gana juga merasa senang, karena ada orang dari hotel yang bisa disuruh, misal untuk membeli kartu telepon.
.
Juga merasa senang, karena bisa membaca, menulis, menonton film di televisi. Meski daftar hotel sudah tersedia dari bintang 2 hingga bintang 5 namun hendaknya jumlahnya diperbanyak.
Selama karantina, Â semua dokumen ditahan oleh hotel.
Ketika tiba di hotel ditanyakan apakah ada alergi dan pantangan makanan. Senangnya lagi, tiap hari disajikan makanan Indonesia lengkap dengan buah. Juga fasilitas internet yang lancar.
Meja kerja dan makan dengan jendela yang tidak dapat dibuka sehingga tak ada udara segar, ada telopon untuk internal call. Pada pintu terpasang alarm untuk menandai bila prnghuni keluar kamar.
Juga terdapat dapur kecil untuk membuat teh / kopi. Suplai air putih cukup banyak.
Boleh menerima makanan kering dari luar, tetapi dilarang menerima tamu. Semua karyawan hotel menggunakan masker.
Setelah hari ke 5 boleh berjalan- jalan di sekitar hotel dan berenang. Tetapi tidak sempat dilakukan, karena hampir tiap hari hujan. Mendapat surat keterangan sudah karantina dari hotel saat akan meninggalkan hotel.
Bagi Gana berdiam diri di dalam kamar hotel adalah sebuah pengalaman baru, karena biasanya senang keluar dan tidak senang di dalam hotel.
Yang sangat disesalkan, beaya karantina sama dengan satu bulan gaji Gana selama pendidikan di Jerman .Bila pergi dengan pasangan boleh dalam satu kamar, tetapi harus menambah setengah harga.
Pesannya, bagi orang Indonesia bila ke luar negeri harus menyediakan dana untuk karantina. Sebaiknya wisata di dalam negeri saja.