Bila mau berhemat, gunakan cara alami, seperti mencegah penggundulan hutan, galakkan program menanam pohon lebih intensif, merawat ekosistem laut dan danau.
Kerusakan ekosistem identik dengan jumlah karbon yang terlepas ke atmosfer. Secara matematis, para ahli menghitung bahwa hutan mampu menyerap 20% emisi, laut dan perairan 23% dan sisanya oleh tanah. Bila masih ada sisa baru terlepas ke atmosfer.
Lama kelamaan sisa emisi yang terlepas ke atmosfer makin menebal, sehingga upaya menyerap panas matahari kian berkurang. Dampaknya panas itu memantul ke bumi, dan panas terperangkap di dalamnya.
Secara matematis panas ini akan menaikkan suhu bjmi 1,2 hingga 2 derajat Celcius. Itulah sebabnya pada Perjanjian Paris 2015 dikenal 2C atau batas 2 derajat Celcius yang telah ditetapkan. Solusinya, dunia wajib berupaya mengurangi emisi hingga 45% pada 2030 sehingga pada 2100 tidak akan melampaui 2C.
Peningkatan panas bumi ini dimulai sejak revolusi industri tahun 1750 dengan ditemukannya mesin uap disusul dengan pemakaian bahan bakar fosil (minyak).Â
Seandainya program nol bersih emisi bisa tercapai, apakah pemanasan bumi tidak terjadi? Pemanasan global  tetap akan terjadi meski pada 2050 manusia sanggup menyerap seluruh emisi, karrna emisi yang sudah pernah terlepas di atmosfer sejak 1750 tetap akan menghangatkan bumi.
Namun upaya nol bersih emisi tetap ada manfaatnya, karena secara matematis panas akan naik sekitar 0,3 derajat Celcius, sehingga setelah 2050 kenaikan suhu maksimum hanya 1,5 derajat Celcius yang masih dapat diadopsi oleh mahluk hidup.
Agar tiap negara mau menjaga bumi, maka harus diberikan insentif, caranya negara yang memproduksi emisi di atas ambang batas harus membayar kepada negara yang telah mengupayakan penyerapan emisi. Contoh kasus Norwegia wajib membayar insentif kepada Indonesia yang telah dianggap berhasil dalam upaya mencegah kerusakan hutan.
Indonesia, sebagai salah satu warga dunia juga ikut berperan untuk mencapai nol bersih emisi pada 2050 dengan berbagai kebijakan pembangunan rendah karbon yang diterapkan di berbagai sektor, salah satunya sektor energi seperti penurunan intensitas energi (Efisiensi Energi), pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi untuk mewujudkan nol bersih emisi tidaklah sedikit, mulai dari biaya yang tinggi, teknologi baru, SDM yang mumpuni, serta kesadaran masyarakat untuk bertransisi ke produk-produk ramah lingkungan.
Cara Mendukung NZE Dalam Kehidupan Sehari-hari