Dulu saat pengembang properti mulai membangun dan memasarkan hunian vertikal atau yang lebih dikenal dengan sebutan condominium atau apartemen, kalangan generasi baby boomers dengan nyinyir bercanda, ini rumah manusia atau kandang burung merpati?Â
Karena yang hunian satu kamar atau studio luasnya paling hanya 36 m2 bahkan ada yang lebih kecil lagi. Bila dibandingkan dengan rumah tapak (landed house) yang pada umumnya dimiliki dan dihuni generasi baby boomers memang terkesan sangat kecil.Â
Generasi baby boomers rata-rata memiliki rumah tapak meski luas bangunan juga 36M2 namun luas tanahnya masih cukup luas, sekitar 70-100 m2 sehingga bisa memiliki hobi berkebun. Walau membeli dengan kredit BTN selama 10-15 tahun.
Pada era baby boomers harga rumah tapak juga sudah menjulang tinggi, hanya keluarga dengan suami isteri bekerja yang mampu mengangsur rumah tapak secara kredit. Kini, saat generasi beralih ke generasi milineal harga rumah tapak makin tak terjangkau. Untuk mengumpulkan uang muka (down payment) saja berat, apalagi harus mengangsur selama puluhan tahun.
Bagi generasi milineal yang beruntung, artinya memiliki orang tua yang cukup berada, mereka masih bisa diberi atau dipinjami uang untuk membayar uang muka. Namun celakanya, rumah tapak yang terbeli lokasinya nun jauh dari kantor atau tempat kerja mereka, karena rumah tapak yang masih terjangkau lokasinya berada di pinggiran kota. Â Bila tidak ingin terlambat masuk kerja harus berangkat jam 5 pagi dan pulang larut malam.Â
Hal ini disebabkan kemacetan jalan dan jauhnya lokasi rumah. Suami isteri bakal jarang ketemu tiap hari juga dengan anak-anak mereka. Istilah yang populer mereka tergolong anggota P13 (Pergi Pagi Pulang Petang Pantat Panas Pinggang Pegal Pala Pusing Penghasilan Pas Pasan).
Bagi generasi milineal yang pernah mengalami kuliah di luar negeri, mereka telah mengenal konsep hunian vertikal. Letaknya dekat dengan kampus dan tidak perlu berangkat pagi dan pulang petang dengan naik kendaraan umum.Â
Mereka pada umumnya menyambut baik konsep hunian vertikal yang lebih dekat ke tempat kerja, meski tak ada halaman untuk tempat bermain anzk-anaknya. Juga tentunya harganya lebih terjangkau. Memang jumlah kamar juga terbatas sehingga bila orang tua mau menginap sudah tak ada tempat lagi.
Kehidupan hunian vertikal juga hampir sama dengan rumah tapak, mereka juga harus sanggup bersosialisasi dengan tetangga satu unit atau satu lantai, tidak berebut lift dan memanfaatkan fasilitas umum (fasum) yang disediakan pengembang hunian vertikal.
Tapi jangan keburu minder tinggal di hunian vertikal, karena dulu pria yang jadi idaman gadis-gadis di Singapura adalah pria yang memiliki 5C (Cash, Car, Condominuiu., Credit Card, dan Club). Club disini artinya keanggotan club seperti golf, fitness centre, sport club dan sejenisnya.Â