Banyak anak muda yang tergolong generasi millenial atau Z, sering jarang dapat bertahan lama di perusahaan konvensional. Keluhan dari kalangan HR, baru 6 bulan atau paling lama satu tahun sudah hengkang. Bahkan ada HR yang dibikin sibuk, karena selesai pelatihan yang menghabiskan biaya jutaan Rupiah, dengan entengnya mereka hengkang ala "ghosting". Yakni selesai pelatihan tidak muncul lagi dan semua kontak tidak dapat dihubungi termasuk alamat sosial medianya. Terpaksa HR harus melibatkan pengacara, karena mereka harus mempertanggung jawabkan mengembalikan biaya pelatihan. Dan rata-rata mereka dengan entengnya mengembalikan biaya pelatihan, meski pada awalnya berupaya menghilang. Dengan harapan tidak perlu mengembalikan biaya pelatihan.
Iseng-iseng saya melaukan survei kecil-kecilan guna menyelidiki apa alasan mereka tidak dapat bertahan lama dalam bisnis konvensional. Rata-rata mereka tidak tahan dengan sistem bisnis konvensional yang kaku, mereka lebih senang mendirikan atau bekerja pada perusahaan bisnis rintisan (start up).
Apa itu bisnis rintisan? Bisnis rintisan adalah bisnis baru yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dari seorang anak muda yang berhasil sukses membangun bisnis rintisan, dipeoleh kiat suksesnya yaitu produk, bisnis model, pemasaran dan modal. Ditambah satu faktor yang sulit dipelajari di sekolah bisnis manapun, yaitu keberuntungan (luck).
Empat faktor dalam bisnis rintisan harus benar-benar membaur dan tidak bisa hanya salah satu yang menonjol. Produknya harus unik dan disukai serta diperlukan pelanggan. Sebuah bisnis rintisan harus memiliki bisnis model yang kuat dan dapat meyakinkan para calon investor. Teknik-teknik pemasaran yang dilakukan harus mampu menarik pelanggan.Â
Bahkan kalau perlu harus hambur-hamburkan uang atau bakar uang, dengan promosi gila-gllaan. Kalau modal, semua orang sudah tahu, tanpa dukungan modal awal, tentu sebuah bisnis rintisan tidak dapat dimulai.Â
Apalagi sebuah bisnis rintisan memerlukan investasi yang besar untuk TIK. Kalau sudah jalan dan bisnis modelnya bagus, tidak perlu kawatir lagi mengenai modal, karena akan banyak calon investor yang berani menggelontorkan modal, meski perusahaan bisnis rintisan ini belum membukukan profit atau keuntungan. Lihat saja para investor yang dengan mudahnya menggelontorkan modal untuk Gojek dan Tokopedia. Dua bisnis rintisan yang sudah tergolong Decacorn.
Yang disoroti sebagai keberuntungan adalah jaringan (networking), misal bisa kenal dengan orang kuat atsu perusahaan yang kuat dan siap mendukung usaha rintisan ini.
Hal yang paling perlu diwaspadai pada bisnis rintisan adalah yang disebut jurang kematian (death valley). Meski belum berhasil meraih keuntungan, namun harus diupayakan petusahaan masih dapat beroperasi alias jangan sampai kolaps. Â
Memang pada umumnya bisnis rintisan pada awalnya dimulai dengan merugi, namun pergerakan pendapatan akan naik secara eksponensial, baru kemudian melandai. Jelas sangat berbeda dengan bisnis konvensional yang bisa langsung meraih keuntungan. Pendapatan selalu dijaga harus lebih besar daripada pengeluaran. Tapi jangan salah, makin lama pengeluaran (cost) akan terus naik.
Jadi, memang terdapat perbedaan yang sangat signifikan, antara bisnis rintisan dan bisnis konvensional. Pada bisnis konvensional, bila sudah meraih keuntungan, justru pemilik perusahaan tidak mau mengambil modal dari luar. Berbeda dengan bisnis rintisan yang 'menjual' bisnis model sehingga meski nasih merugi bila prospek kedepannya cerah, banyak perusahaan ventura yang mendukungnya.