Kira-kira dua.minggu menjelang hari raya Idul Adha, batinku makin merasa gelisah. Tekadku tahun ini harus bisa ikut berkorban, meski hanya dengan hewan korban yang paling terjangkau yakni seekor kambing standar seharga 1, 5 juta Rupiah. Kalau untuk berkorban seekor kambing premium seharga 2 juta Ripiah lupakan saja, itu terkalu.tinggi bagi diriku yang hanya seorang Office Boy pada sebuah kantor.
Pada hari kerja biasa, aku sering mendapatkan tips dari rekan-rekan kerja yang titip dibelikan makan siang. Kurang beruntungnya, sejak awal Juli diberlakukan PPKM sehingga seluruh karyawan diwajibkan Work From Home. Nah, dengan semua karyawan Work From Home, punahlah sudah harapanku untuk bisa membeli seekor kambing, karena sejak awal Juli tak ada tips guna melengkapi tabunganku guna membeli seekor kambing.
Dalam keputus asaanku, aku masih bersyukur karena masih diberikan kesehatan. Padahal beberapa rekan kerja di kantor sudah banyak yang terpapar Covid-19, sering teman kantor berseloroh terpapar Covid seperti arisan saja, kapan giliran kita akan terpapar.
Meski tiap hari harus bergelut dengan tugas membersihkan pegangan pintu, pegangan tangga dan ruangan kerja, dengan cara mengelap secara rutin dan menyemprot dengan desinfektas seusai jam kantor, aku masih tetap tegar, kuat dan sehat.
Memang sebagai Office Boy saat diwajibkan Work From Home, sama saja dengan libur, karena tidak ada pekerjaan atau tugas kantor yang bisa dikerjakan dari rumah. Jadi aku hanya siap dengan pakaian seragam saja, bila sewaktu-waktu ada tugas dari kantor untuk mengantarkan dokumen ke pelanggan atau ke karyawan.
Pada suatu pagi, datang perintah dari salah seorang manager di kantor untuk menyerahkan dokumen ke stafnya. Dengan mengendarai sepeda motor bututku, aku melaksanakan tugas tersebut. Karena dokumen itu diserahkan dalam kondisi tergesa-gesa, maka dokumen itu terlupakan belum ditutup. Saat aku mengetahuinya, sebelum berangkat meninggalkan rumah sang manager, saat masih di atas sepeda motor. Ternyata di dalam sampul dokumen tersebut berisi uang yang cukup banysk. Aku sampai merasa kerakutan saat melihatnya. Buru-buri aku turun dari sepeda motor dan mengetuk pintu rumah sang manager.
Saat manager itu membuka pintu, dia langsung bertanya "Ada apa Zai?"
"Maaf pak, ternyata dokumen ini belum ditutup, dan tadi aku sempat melihat ada uang didalamnya, apa benar aku harus menyerahkan uang tersebut ke staf Bapak?"
"Hah ada uang? Coba aÄ·u lihat," kata si manager.
Lalu aku menyerahkan kembali dokumen  dalam sampul terbuka kepada sang manager. Si mansger segera memeriksa isi yang ada pada sampul dokumen tersebut. Aku melihat, dia agak terkejut. Kulihat dia sempat menghitung uang yang diambilnya dari sampul dokumen itu. Lalu katanya "Zai, terima kasih ya, saya tadi salah memasukkan uang pada sampul yang sama dengan sampul berisi dokumen yang harus diserahkan intuk stafku."