Sebuah pernikahan yang semula indah, bisa kandas gara-gara hal sepele. Dan biasanya hal ini kurang disadari oleh sang isteri karena wanita memiliki kebiasaan banyak berkata-kata alias cerewet dan masih ditambah lagi senang mengungkit masalah masa lalu.Â
Jadi kata-kata yang akan didengar oleh suaminya itu bak kaset lama yang diputar tiap hari. Hal ini sangat memungkinkan memicu kejenuhan dan memicu pertengkaran yang kian memuncak.
Sebuah riset melansir hasil temuannya bahwa wanita lebih banyak berbicara dibanding pria, yakni sekitar 20.000 kata sehari, sedangkan pria rata-rata hanya 13.000 kata per hari.Â
Hal inilah yang menjadi penyebab wanita terkesan lebih cerewet daripada pria. Komunikasi yang kurang sehat ini  menjadi penyebab keharmonisan di dalam keluarga acap kali terkendala. Isteri yang cerewet dipandang oleh suami dan anak-anak sebagai awal pemicu perselisihan.
Seorang wanita yang tidak mampu mengendalikan mulutnya maka ia disebut bodoh. Saat ada masalah, wanita cenderung tidak bisa menahan mulutnya, terus mengomel, bahkan selalu menyerang suaminya dengan perkataan yang tajam dan menyakitkan
Wanita yang cerewet pada akhirnya menimbulkan masalah dan pertengkaran. Alangkah bijaknya bila para wanita memperhatikan perkataan yang keluar dari mulut mereka.Â
Mengeluarkan kata-kata yang berlebihan hanya meresahkan suami mereka. Kata-kata bernada keluhan, kritik, ocehan dan ejekan merupakan penghinaan terhadap hubungan pernikahan dan keluarga.
Jika para wanita terus menerus tidak menghargai suami mereka dengan kata-kata tajam dan merendahkan, hal ini akan membahayakan hubungan pernikahan. Ingatlah, kunci menaklukkan pria adalah dengan perbuatan dan bukan dengan perkataan. Hal ini bukan berarti bahwa perkataan seorang isteri tidak berguna. Tetapi usahakan mengeluarkan kata-kata secara tepat pada saatnya.
Mulai hari ini para wanita marilah lebih bijak dalam berbicara, kurangi omelan-omelan yang tak berarti, hindari kata-kata celaan, mengata-ngatai pasangan dan anak-anak. Mulai menghindari omongan yang kurang bermanfaat dan tidak nyaman didengar.Â
Sebaliknya, gantilah dengan kata-kata positif yang membangun dan memberi semangat. Dengan demikian maka pasutri menghargai nilai pernikahan.Â