Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kritik Pejabat Publik Harus dengan Niat Baik

10 Februari 2021   23:11 Diperbarui: 10 Februari 2021   23:17 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik adalah suatu umpan loloh balik (feedback) dalam suatu sistem pengendalian. Bila ada masukan (input), setelah terjadi proses, terjadilah keluaran (output). Dalam institusi publik, pejabat publik selalu mengeluarkan kebijakan atau peraturan guna mengatur jalannya pemerintahan, tingkatannya juga berbeda dari tingkatan kelurahan dengan pejabat publik lurah atau kuwu atau kepala desa, kecamatan dengan camat, kabupaten atau kota dengan bupati atau walikota, provinsi dengan gubernur dan negara dengan presiden.

Pejabat publik juga manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka diperlukan kritik dari masyarakat. Namun kritik yang diajukan sebaiknya dilakukan secara baik, artinya dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja pejabat publik dan bukannya untuk merongrong kewibawaannya. Sebagai negara demokrasi, Indonesia menjamin hak-hak warga negara untuk mengajukan kritik baik langsung maupun melalui wakil rakyat.

Mengapa kritik harus dilakukan secara baik? Hal ini patut disadari sebelumnya oleh pemberi kritik maupun oleh pejabat publik. Seorang pejabat publik tidak identik dengan boss atau atasan yang tidak pernah salah. Seorang pejabat publik adalah identik dengan seorang pemimpin atau leader.

Bila pejabat publik berperan sebagai seorang boss atau atasan jelas salah. Karena boss atau atasan itu hanya memiliki dua hukum. Hukum pertama boss tidak pernah salah. Hukum ke dua, bila boss salah, lihat hukum pertama.

Sebaliknya, seorang pemimpin wajib membawa orang-orang atau warga yang dipimpinnya menuju tujuan yang baik dan bermanfaat.

Seorang pemimpin harus berani mendengar dan menerima kritik untuk meluruskan kebijakannya yang arahnya kurang tepat.

Maka seorang warga negara juga wajib menyampaikan kritik dengan cara yang etis. Kritik harus disampaikan dengan tujuan untuk memperbaiki kebijakan yang salah atau kurang tepat, dan bukannya untuk menjatuhkan, bahkan menghasut warganegara lainnya untuk bersama-sama melakukan pemaksulan (impeachment).

Sebagai contoh, bila terjadi banjir pada musim hujan, kritik yang disampaikan jangan "Ganti atau turunkan pejabat publik karena tidak mampu mengantisipasi bahaya banjir". Alangkah baiknya bila kritik disampaikan dengan bahasa yang lebih santun. "Cara mengatasi banjir yang dilakukan kurang tepat, sebaiknya harus dengan cara rencana A bla bla, rencana B bla bla." Jadi kritik harus disertai usulan solusi. Jangan hanya cemoohan dan tuntutan.

Bila cara memberikan kritik dilakukan secara santun, diharapkan pejabat publik dapat menerimanya dengan baik, bahkan melaksanakannya bila usulan solusi tepat dan sanggup direalisasikan.

Terlalu ideal? Tidak, cobalah semoga kritik Anda didengar. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun