Undangan digital sudah dilayangkan, Kompasianer Eryanie yang juga admin komunitas KPK (Kompasianer Penggila Kuliner) tanggal 7 Desember 2020 merayakan resepsi pernikahannya.Â
Meski niat untuk hadir besar namun karena resepsi pernikahan digelar pada hari kerja, tiba-tiba beban pekerjaan meningkat sehingga tidak dapat meninggalkan kantor, akibatnya rencana madyang bersama teman-teman gagal total. Bahkan rencana mau membuat tulisan tertunda, sehingga baru bisa dibuat saat libur Pilkada.
Menyelenggarakan resepsi pernikahan pada masa pandemi memang ngeri-ngeri sedap. Kalau ramai resepsi meriah, namun risikonya bisa dipanggil Polda, karena dianggap menimbulkan kerumunan massa. Terpaksa tidak banyak yang diundang. Di masa pandemi ini acara cenderung dibuat sederhana, tidak dihadiri banyak orang. Semua yang tidak diundang umumnya bisa memakluminya.
Saya hanya bisa berpesan melalui tulisan ini, belilah sebuah buku kosong, yang tiap akhir tahun harus diisi resolusi tahun baru. Dan juga catatan kejadian (tahun ini) pada buku tersebut. Tiap tahun tulislah semua kejadian.Â
Entah ada yang ulang tahun, menikah, lahir, wisuda, sakit, meninggal dunia, juga keinginan dan harapan, silakan ditulis semua. Sebagai seorang Kompasianer tentu tidak akan mengalami kesulitan dalam menulis. Tulislah tiap tahun jangan sampai terlewat.
Pasanglah cermin pada bagian depan buku tersebut. Tiap tahun pasutri saat mengisi buku tersebut cobalah berkaca, seberapa tinggi komitmen kesetiaan kalian pada tahun itu.
Dan sebelum marah pada pasangan hidupmu, buka dulu buku tersebut. Berkacalah kalau sedang marah wajahmu tampak seperti apa. Normalnya, orang sering tidak sadar saat marah, wajahnya akan berubah menjadi jelek. Tidak percaya? Berkacalah.
Karena saya gagal menghadiri resepsi biarlah ucapan ini saya sampaikan secara tertulis. Hubungan suami isteri yang baik adalah saling menumbuhkan dan saling memperbaiki. Jika hubungannya baik dan sehat, masing-masing akan tumbuh menjadi pribadi yang semakin baik. Tidak mudah marah, sehingga tidak ada yang menangis.
Yang terpenting jaga tiga hal dalam perkawinan: komitmen, keakraban (dapat saling curhat), dan kehidupan seks yang sehat. Kalimat ini saya kutip dari seorang psikiater.
Jika komitmen saja, itu layaknya hubungan atasan dengan bawahan atau staf. Jika akrab dan seks saja, itu dengan selingkuhan juga bisa.
Hubungan suami isteri harus melibatkan ketiga hal di atas: komitmen, keakraban, dan seks.