Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerai Tanpa Berai

22 Oktober 2020   22:02 Diperbarui: 22 Oktober 2020   22:06 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada pasangan yang menginginkan pernikahannya berakhir dengan perceraian, tetapi bila hal itu tidak bisa dihindari atau sudah terjadi, jangan sampai anak menjadi korbannya.

Peran orang tua di dalam tumbuh kembang anak tetap mutlak diperlukan.
Keluarga adalah lembaga sakral yang harus selalu dijaga, dirawat, dilindungi. 

Namun masalah ekonomi atau pasangan yang mendapat kesempatan bergaul secara luas sering berakibat berpaling hati. Apalagi bila ada kasus CLBK atau cinta lama bersemi kemvali atau cinta lama belum kelar.

Sebuah keluarga pasutri dengan dua anak terpaksa harus bercerai gara-gara isteri kembali dengan mantan pacar saat mendapat kesempatan kuliah lagi. Ironisnya, kedua anak sangat membenci ibunya, sehingga sang ayah terpaksa harus mendidik kedua anaknya secara senditian.

Merasa tidak sanggup akhirnya sang ayah menikah kembali dan untungnya ibu sambung ini baik sehingga dapat diterima oleh kedua anak bawaan suaminya, bahkan hingga lahir anak buah pernikahan baru ini, sang ibu baru tetap dapat dekat dengan kedua anak terdahulu.

Di Asia atau Indonesia, kasus perceraian bisa berlangsung baik-baik jarang ditemukan. Berbeda dengan masyarakat di Amerika, Eropa atau Australia meski pasutri bercerai, keduanya tetap dapat mengasuh bersama anak-anaknya.

Tentunya pasutri yang bercerai sudah saling menghargai keputusan pengadilan hak asuh terhadap anak. Seperti kasus pada kisah diatas, karena yang dianggap bersalah pihak isteri, maka hak asuh anak jatuh pada pihak suami. Dan kesulitan timbul saat anak tidak mau mengakui atau bertemu dengan ibunya sendiri.

Kalau di negara Eropa, Amerika atau Australia seringkali pasutri yang bercerai dapat mengasuh anaknya secara bergantian. Bila hak asuh jatuh pada ayah, biasanya ibu boleh menemui anaknya pada akhir pekan. Setelah waktu habis, ibu mengembalikan anak pada ayahnya. Atau bila hak asuh jatuh pada ibu, pada akhir pekan sang ayah yang mendapat waktu bertemu anaknya.

Memang dalam kasus diatas, anak yang tidak mau mengakui ibunya lagi sehingga mau tidak mau sang ayah harus menjadi orang tua tunggal.

Jadi meski pasutri sudah bercerai, sebaiknya pasutri tidak perlu saling menjelekkan sehingga tetap dapat mengasuh anak secara bersama. Mantan anak tidak pernah ada, juga mantan ayah dan mantan ibu, jadi meski perceraian terjadi hendaknya pengasuhan pada anak dapat tetap dijalankan bersama oleh ayah dan ibunya. Meski orang tua bercerai, fungsi mengasuh anak tetap ada sehingga anak tidak terabaikan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun