Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebebasan Tidak Identik dengan Keegoisan

26 Juli 2020   18:20 Diperbarui: 26 Juli 2020   18:10 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bebas (sumber: finasialku.com)

Pada era 1960-an di Amerika Serikat kaum muda membentuk gerakan yang disebut hippie. Puncaknya pada tahun 1967, gerakan ini menuntut kebebasan, misalnya berpakaian semaunya, berrambut gondrong  seks bebas hingga mendengarkan lagu berirama phychedelic rock yang oleh Presiden Indonesia Soekarno disebut sebagai musik ngak ngik ngok. 

Terakhirnya mereka juga menuntut kebebasan mengkonsumsi narkoba. Juga ada gerakan menuntut kebebasan di Belanda untuk boleh bersepeda dengan telanjang bulat. Di Belanda dan Denmark juga ada kelompok yang menghendaki perkawinan manusia sejenis. Di Jepang pernikahan John Lennon dan Yoko Ono dilangsungkan dengan telanjang bulat. Lalu di Indonesia juga ada kelompok anak muda yang menamakan dirinya kelompok punk yang rambutnya disemprot warna-warni.

Kebebasan yang dituntut kelompok muda ini hendaknya tidak identik dengan keegoisan. Mereka boleh bebas melakukan gaya hidup yang berbeda namun harus tetap menghargai lingkungan sekitarnya. Ekstreemnya bila mereka ingin pernikahan dengan telanjang atau bersepeda dengan telanjang sebaiknya di pulau khusus kaum nudis.

Kebebasan selalu diartikan dapat melakukan sesuatu tanpa batasan dan tak seorangpun boleh melarang termasuk aparat kepolisian.  Kebebasan  yang identik dengan keegoisan akhirnya diakhiri dengan hancurnya keharmonisan keluarga.

Kebebasan hendaknya tidak mengganggu gaya hidup orang lain. Artinya kebebasan ini melakukan tindakan yang benar secara umum dan tidak berporos pada keegoisan semata.

Kebebasan yang salah kaprah adalah misalnya menuntut bebas mengkonsumsi narkoba yang akhirnya membuat mereka menjadi obyek ketergantungan pada narkoba.

Kebebasan yang sejati adalah kebebasan dari rasa takut, rasa bersalah, dan rasa kawatir. Kebebasan sejati adalah kebebasan yang melibatkan Tuhan karena hanya Tuhan yang dapat memberikan rasa aman dan bebas dari ketakutan. Namun kedekatan pada Tuhan selalu terkait dengan norma agama yang banyak memberikan larangan.

Jadi suatu kebebasan yang sebenarnya adalah kemampuan untuk menerima kenyataan bahwa Anda dapat merasa senang bila memperolehnya meski tidak mendapatkan keinginan Anda secara total.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun