Setiap orang selalu berupaya keras berkreasi unik guna meraih prestasi di bidangnya masing-masing. Tak seorangpun yang bercita-cita menjadi 'Ratu Sampah', apalagi sampah itu identik dengan kotor, bau dan sumber penyakit.
Ternyata bagi Amilia Agustin, gelar 'Ratu Sampah' justru merupakan berkah bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya. Amilia yang biasa disapa Amil adalah anak putri pertama dari keluarga sederhana Agus Kuswara dan Elly Maryana Dewi.
Lahir di kota Bandung 20 April 1996, sejak usia 12 tahun sering diajak ibunya jalan-jalan naik bis ke taman dan ke perpustakaan daerah. Uniknya, setiap tahun Amil selalu mendapat hadiah ulang tahun berupa buku.
Kedekatannya dengan buku, membuat Amil kecil senang belajar. Amil termasuk anak pendiam, hingga kelas 3 SD merupakan anak tunggal, baru memiliki adik pada usia 9 tahun. Amil selalu menceritakan kisah suka dukanya pada ibunya.
Kakek Pengangkut Sampah
Amil melanjutkan studinya di SMP Negeri 11 Bandung. Saat sedang beristirahat setelah mengikuti pelajaran olahraga di lapangan Tegal Lega, Amil melihat seorang kakek yang baru selesai mengangkut sampah dengan gerobak sampah dan sedang beristirahat makan dengan tangannya.
Otaknya langsung berputar, kakek itu pasti baru saJa mengangkut sampah dari sekolahnya, sehingga ia merasa ikut berdosa bila kakek itu sakit. Karena tangannya masih terpapar sampah yang kotor dan bau. Amil langsung menyadari ada yang salah, dan ia harus langsung melakukan aksi.
Sebagai gadis kecil berusia 12 tahun yang termasuk pemikir apa yang harus dilakukannya? Amil lalu menceritakan kegelisahannya kepada Ibu Nia, guru biologi di sekolahnya. Ibu guru Nia menyarankan untuk belajar tentang lingkungan dari Komunitas Sahabat Kota yang anggotanya rata-rata mahasiswa, Amil adalah anggota termuda.
Ketertarikan Amil pada lingkungan dikembangkan dengan mengikuti berbagai seminar lingkungan sebagai ekstra kurikuler di Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi yang bergerak di bidang pemilahan sampah dan pembuatan kompos.
Hasil dari belajarnya diwujudkan dengan mulai membentuk program Sekolah Bebas Sampah yang diberi jejuluk "Go to Zero Waste School".
Kegiatannya berupa empat pengelolaan sampah: anorganik, organik, kemasan dan kertas. Selesai sekolah sekitar jam 2 siang, Amil dengan 10 teman mulai memilah sampah dari setiap kelas sampai jam 5 sore.