Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Anak Bertanya pada Bapak (Swing Voter - Bagian 9)

14 Februari 2019   06:39 Diperbarui: 14 Februari 2019   06:44 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Swing Voter (sumber: www.zazzle.ca)


Pada sebuah pemilihan umum baik itu pilpres, pilkada maupun pilleg, ada kelompok yang sudah memiliki pilihan tetap, bahkan sangat fanatik sehingga tidak dapat dipengaruhi dengan upaya apapun untuk berpindah pilihan.
Saking fanatiknya, bila seandainya ada politik uang atau serangan fajar yang memberikan sejumlah uang atau sembako dengan pesan untuk memilih paslon tertentu, dengan santai mereka berujar "ambil uangnya, tetap pilih sesuai pilihan hati atau pilihan sebelumnya".
Selain kelompok yang sudah memiliki  pilihan pasti, ada kelompok lain yang disebut swing voter atau pemilih ragu yang mudah berpindah. Swing voter biasanya digarap habis-habisan oleh petahana maupun penantang. Karena bagi petahana, swing voter ini paling berbahaya, karena peragu sangat mudah dibujuk oleh penantang, sehingga ada istilah 'swing voter adalah milik penantang'.
Sebaliknya penantang menggarap habis-habisan swing voter dengan menyajikan macam-macam issue khususnya kelemahan petahana, yang akhirnya membuat bingung dan berakibat si peragu memindahkan pilihan. Tapi bisa saja, swing voter berasal dari yang semula ingin memilih penantang, tetapi karena kinerja petahana yang baik, lalu beralih pilihan ke petahana.
Anak : "Pak, kenapa ada swing voter ?"
Bapak : "Swing voter pasti ada, karena tidak semua pemilih tetap mempunyai pilihan yang pasti. Bisa saja karena orangnya memang peragu. Tetapi bisa juga karena kebingungan akibat hiruk pikuknya informasi di jagat media sosial, baik informasi yang valid maupun hoax.
Seseorang bisa menjadi swing voter bila melihat orang-orang disekitarnya saling berbeda pilihan, misal dalam sebuah keluarga, kakek-nenek, ayah-ibu dan paman-bibi beda pilihan, anak-anak mudah menjadi bingung dan sulit menentukan pilihan.
Juga dalam kampus atau tempat kerja, beda pilihan dan saling mempengaruhi diantara sesama teman, dapat menyebabkan seseorang menjadi peragu hingga belum mampu menentukan pilihan pasti."
Anak : "Bagaimana supaya bisa keluar dari sebutan swing voter ?"
Bapak : "Swing voter selalu menjadi incaran para paslon yang sedang berkompetisi. Banyak sekali masukan baik berupa informasi maupun sekedar issue serta rayuan agar swing voter memilih ke paslon tertentu.
Karena saking bingungnya, swing voter bisa menjadi apatis dan mengarah ke tidak memilih, abstain alias golput. Karena dengan tidak memilih, swing voter merasa adil, tidak memihak salah satu anggota keluarga atau teman di kampus maupun tempat kerja.
Agar bisa keluar dari posisi swing voter, sebaiknya mempersiapkan diri sedini mungkin. Pelajari rekam jejak paslon untuk pilpres, pelajari latar belakang dan visi partai serta caleg untuk pilleg. Apalagi untuk pilleg memilih satu partai dari 16 partai sudah cukup membingungkan, ditambah lagi harus memilih caleg yang rata-rata tidak dikenal.
Caleg bermunculan namanya hanya di spanduk, billboard atau stiker yang dipasang dimana-mana, tanpa diketahui rekam jejaknya. Agar tidak seakan membeli kucing dalam karung, sempatkan mengunjungi situs KPU, cari dan pelajari caleg sesuai dapil dimana Anda terdaftar sebagai pemilih tetap. 
Banyaknya pemilih yang awam dan tidak melek informasi berakibat beberapa partai menebar caleg dari kalangan selebiritis atau artis. Caleg dari selebritis pasti lebih dikenal dibandingkan kader partai lainnya, selain lebih tampan dan cantik, wajah dan namanya sudah sering muncul di televisi maupun berita infotainment sehingga mudah dikenali. Tidak semua caleg dari kalangan selebritis kurang kompetensi dalam berpolitik, maka tetap perlu mempelajari rekam jejaknya.
Nah, bila sudah mempersiapkan diri lebih awal, tidak perlu lagi masuk kelompok swing voter, karena saat masuk ke bilik suara, sudah memiliki paslon dan caleg yang sesuai dengan pilihan hati."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun