Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Toleransi saat Bulan Ramadan

16 Mei 2018   07:33 Diperbarui: 16 Mei 2018   08:05 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi toleransi (sumber: www.youthproactive.com)

Bulan Ramadan, bulan yang dinanti setiap umat Muslim. Kerinduan akan bertemu bulan suci yang ditandai dengan menjalankan ibadah puasa. Menahan lapar dan dahaga sehari penuh, merasakan kesulitan yang dialami sesama yang kurang beruntung.

Dengan berpuasa, Anda dapat lebih bijak, mampu merasakan kesulitan warga kurang mampu yang belum tentu sanggup makan tiga kali sehari. Menahan lapar dan dahaga bukanlah upaya yang mudah, karena perilaku ini di luar kebiasaan sehari-hari.

Godaan dari rasa haus karena panas terik, atau godaan rasa lapar ketika melihat orang lain sedang bersantap siang. Hal ini harus dapat diatasi dengan bijak tanpa harus melarang orang lain untuk tidak bersantap secara terbuka.

Toleransi

Saya yang dilahirkan dan dibesarkan di Jawa Tengah dan berdiam di lokasi berdekatan dengan kampung Kulitan, tempat kediaman orang kaya Semarang di masa lalu, Tasripin. Tentunya sangat kental dengan suasana Islami. Apalagi orang tua saya pedagang batik, yang selalu berinteraksi dengan orang-orang desa, menambah kami sangat memahami pelanggan yang Muslim. Saat bulan puasa kami menyediakan takjil untuk pelanggan berbuka puasa, karena toko kami selalu ramai saat bulan Ramadan. 

Saat saya melanjutkan kuliah di Salatiga, kebetulan saya indekos di rumah keluarga ningrat Jawa yang sangat taat menjalankan agamanya. Demi menghormati ibu kost, saya sengaja ikut berpuasa meski tidak ikut makan sahur, dan ikut berbuka puasa bersama keluarga mereka dan teman-teman lainnya.

Kebiasaan ini terus berlanjut ketika saya memasuki dunia kerja. Tetap berpuasa selama bulan Ramadan, solider terhadap teman-teman yang sedang menjalankan ibadah puasa. Karena teman-teman mengetahui saya berpuasa, mereka sering membawakan takjil yang disediakan kantor, saat waktu buka puasa tiba.

Saat lebaran tiba adalah saat yang membahagiakan. Undangan untuk bersantap ketupat lebaran bersama opor ayam, sambal goreng hati dan rendang banyak berdatangan dari teman-teman Muslim. Sebagai balasannya, saya membawakan kue-kue kering agar dapat digunakan sebagai sajian pada tamu-tamu lain.

Sikap toleransi ini selalu berbuah manis, tiap Natal, saya sering mendapat kiriman paket kue kering dari sahabat-sahabat Muslim. Keakraban yang terjalin manis dari tahun ke tahun berbuah saling perhatian, meski kami berbeda keyakinan.

Kerukunan dengan saling menghormati satu sama lain, termasuk saat mengunggah tulisan di media sosial. Kami saling memahami untuk tidak mengunggah berita yang sensitif, dan selalu saling mendukung teman-teman saat merayakan hari rayanya masing-masing.

Bila sikap toleransi seperti ini dapat berkembang baik dalam komunitas terbatas, lalu ditularkan pada komunitas yang lebih luas, semoga dapat meningkatkan kekompakan dan kesatuan dalam keberagaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun