Pada sebuah taman kota di suatu Minggu pagi, saya menyaksikan sebuah keluarga muda yang terdiri seorang ayah, ibu dengan dua orang anak, satu putra dan satu putri. Sebuah keluarga yang ideal, meski mereka dari keluarga biasa, karena datang dengan satu motor untuk mengangkut mereka berempat.
Saya lebih tertarik mengamati gerak gerik kedua anak tersebut. Kadang yang putra sepertinya anak pertama sering jahil suka menggoda yang putri adiknya. Adik yang digoda kemudian marah dan memukul sang kakak. Namun beberapa menit kemudian keduanya sudah asyik bermain bersama lagi.
Saat ada anak lain yang mencoba mengganggu sang adik, tampillah sang kakak membela adiknya. "Jangan ganggu adikku!".
Demikian pula saat kedua anak ini makan siang, orang tuanya membuka bekal yang dibawanya. Hanya lauk sederhana, sang ibu memotong satu butir telur masing-masing separuh untuk tiap anak, dan menambahkan masing-masing satu buah tahu dan tempe ke piring anak-anak. Orang tua yang adil bagi kedua anaknya.
Sangat damai dan senang rasanya melihat suka cita pada keluarga kecil tersebut. Beda dengan masalah yang sedang dihadapi oleh temanku yang juga kakak beradik yang baru saja ditinggal kedua orang tuanya dan menjadi yatim piatu.
Temanku adalah anak pertama laki-laki dengan adiknya seorang wanita. Keduanya beda usia dua tahun. Sang kakak sudah bekerja menjadi profesional setelah menamatkan pendidikan tinggi pada sebuah perguruan tinggi ternama. Kini sudah berkeluarga dengan seorang isteri yang juga bekerja dengan dua orang anak perempuan dan tinggal di Jakarta. Sedangkan adiknya kini melanjutkan toko kecil warisan orang tuanya dan tinggal di rumah orang tuanya bersama suami dan seorang anak laki-laki di Yogya.
Dari sisi ekonomi tampaknya keluarga sang kakak lebih mapan ketimbang keluarga adiknya. Sama halnya dengan teman lain yang kakaknya hanya pegawai negeri rendah, sedangkan adiknya seorang notaris terkenal. Atau, teman lain yang kakaknya seorang alim ulama yang menjadi panutan umat, sementara adiknya suka mabuk-mabukan dan judi.
Mengatasi Perbedaan
Meski keduanya memiliki kondisi yang berbeda, keduanya secara lahiriah dilahirkan dari orang tua yang sama. Sang adik yang tidak terlalu kaya tidak pernah minta harta kakaknya. Atau sang kakak yang pegawai rendah tetap bangga akan kesuksesan adiknya sebagai notaris terkenal. Demikian pula sang adik yang ugal-ugalan juga bangga kakaknya menjadi panutan umat.
Kakak atau adik yang sedang terpuruk atau berada di "bawah" atau menjadi anak "nakal" Â tidak selalu akan menderita, bisa saja suatu saat keadaan akan berubah. Juga belum tentu yang sekarang kaya, terkenal dan alim akan abadi selamanya. Bisa saja terjadi sebaliknya.
Itulah sebabnya yang merasa lebih kaya, lebih sukses dan lebih alim tetap mau menyambangi atau mengulurkan tangan untuk membantu mengangkat derajat saudaranya yang sedang terpuruk.