Meski resto jadoel dan kecil, namun cukup mengikuti jaman, dengan melakukan komputerasi pada kasir, menerima pembayaran non tunai dan tersedia wifi. Buka dari jam 10.00-17.00.
Saya sekarang beralih menyusuri deretan nomor genap jalan Cikini IV yang sebagian terletak di bawah lintasan rel kereta api. Disini saya menjumpai Mie Gondangdia yang sudah eksis sejak 1968. Pendirinya Toe Wah Seng. Makanan khas rumah makan ini adalah Mie Ayam, dengan mie buatan sendiri yang lembut yang merupakan diferensiasi dibanding mie ayam lainnya. Kini semangkok mie ayam polos, tanpa bakso dan pangsit dibanderol 24 ribu Rupiah.
Satu rumah dari Mie Gondangdia, terdapat Nasi uduk Gondangdia yang mulai buka sejak 1993, namun saya lewati karena ingin mencicipi kuliner resto Jepang pertama di Jakarta dan di Indonesia, yakni Kikugawa (1969). Sayangnya saya datang terlalu sore, resto Jepang itu belum buka, karena baru buka jam 17.30 menurut penjaga keamanan yang saya jumpai.
Di kawasan Cikini ini juga terdapat  Perusahaan sirup Sarangsari d/h De Friesche Boerin, dan toko roti Tan Ek Tjoan jalan Cikini Raya 61, saya lupa memastikan apakah toko roti jadoel ini masih buka, namun saya menemui dua gerobak roti Tan Ek Tjoan di jalan Cikini Raya.
Selamat ber nostalgia, menikmati kuliner yang mungkin menjadi santapan oma-opa, kakek-nenek atau ayah-ibu Anda saat pacaran dulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H