Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saatnya Semua Bertindak untuk Zero AIDS di 2030

22 Desember 2015   10:58 Diperbarui: 22 Desember 2015   13:20 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rangka peringatan Hari AIDS Sedunia yang lazim diperingati tiap tanggal 1 Desember, kita patut merenung dan bertanya sudah siapkah kita dengan rencana-rencana, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna memenuhi target yang dicanangkan bersama saat Pertemuan Nasional AIDS di Makassar yang baru lalu.

Melihat kenyataan masih banyaknya kendala dalam upaya penanggulangan AIDS di negeri ini, yang justru dapat meningkatkan kasus HIV / AIDS, misalnya penutupan lokalisasi pelacuran, penentangan pembagian kondom, penularan virus HIV terhadap ibu rumah tangga,  dan makin maraknya komunitas LGBT.

Penutupan Lokalisasi Pelacuran

Dengan adanya lokalisasi pelacuran, KPA maupun para penggiat HIV/AIDS lebih mudah memantau para pekerja seks, diantaranya melakukan test HIV, menyarankan pemakaian kondom bagi pelanggan mereka dan melakukan kegiatan penanggulanggan IMS.

Dengan alasan moral sekarang Pemerintah Daerah sering berlomba-lomba menutup lokalisasi pelacuran, dengan cara memberikan bekal pelatihan kerja, seperti memasak, menjahit atau membuka salon. Bahkan seringkali para pekerja seks diberikan modal kerja dan peralatan, dengan harapan segera dapat beralih profesi dan dapat bekerja.

Ironisnya, sebagian besar pekerja seks setelah keluar dari lokalisasi pelacuran justru tetap menggeluti profesi semula, hanya berpindah lokasi atau berubah pola kerja. Kalau semula mereka berkumpul pada lokalisasi, kini mereka menyebar kemana-mana tanpa pola yang jelas, misal menerima pelanggan di rumah kost atau apartemen atau hotel, dan menjajakan diri melalui internet (Facebook, BBM, Instagram).

Dengan pola penyebaran yang makin luas, pengendalian dan pengawasan terhadap para pekerja seks makin sulit terpantau. Akibatnya, penanggulangan HIV/AIDS otomatis makin sulit diprediksi keakuratannya.
Bisa saja, laporan kasus menurun, namun pada realitasnya kasus justru meningkat, hanya tidak terddeteksi.

Penentangan pembagian kondom

Upaya promosi penggunaan kondom guna mencegah penularan virus HIV juga seringkali bersinggungan dengan masalah moral. Pembagian kondom sering kali ditentang karena dianggap menjadi pemicu maraknya seks bebas. Padahal kita ketahui bersama seks bebas sudah ada sejak era Sodom dan Gomorah, dan sama sekali tidak dipicu oleh pembagian kondom.

Perlu sekali dilakukan mediasi oleh Pemerintah / Pemerintah Daerah guna menyatukan visi dan pemahaman bahwa pembagian kondom tidaklah bermaksud menghalalkan seks bebas, namun justru guna mencegah atau mengurangi penyebaran virus HIV.

Penularan virus HIV terhadap ibu rumah tangga

Proses penularan virus HIV dapat terjadi dimana saja, di lokalisai pelacuran, rumah kost, apartemen, hotel maupun di rumah sendiri. Terlebih dengan maraknya pola perselingkuhan baik yang dilakukan oleh para suami atau isteri.

Apabila salah satu pasangan dari suami isteri sah melakukan hubungan seksual tanpa kondom, sedangkan salah satu sudah mengidap virus HIV, dapat saja menulari pasangannya. Jadi, bila ada suami yang sudah mengidap virus HIV melakukan hubungan seksual dengan isteri sahnya tanpa kondom, bisa saja menularkan virus HIV kepada isterinya, yang berstatus ibu rumah tangga. Celakanya, bila penularan ini tidak terdeteksi, bila terjadi proses kehamilan, bisa saja menular pada janin yang dikandung, sehingga menghasilkan bayi Odha.

Bila suami istri sah menyadari pernah melakukan perbuatan beresiko tinggi wajib segera melakukan test HIV, guna segera mengetahui kondisi dan statusnya. Test HIV juga tidak dapat dilakukan sekali saja, karena sekali test HIV belum tentu dapat mendeteksi karena tergantung waktu melakukan test HIV. Perlu dilakukan test HIV beberapa kali guna memastikan pasangan suami-isteri benar-benar bebas virus HIV.

Ada satu istilah yang perlu dipahami yakni yang disebut masa jendela, masa ini adalah waktu antara saat terinfeksi dengan saat sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi, rentang waktunya antara 3 minggu hingga 3 bulan. Jadi, bila Anda merasa terinfeksi atau pernah melakukan perilaku berisiko tertular virus HIV, Anda sebaiknya menunggu 3 bulan setelah peristiwa berisiko sebelum Anda melakukan test HIV. Sebenarnya Anda dapat saja langsung melakukan test HIV dan mengulangi lagi test 3 bulan setelah peristiwa, hal ini disebabkan selama masa jendela, test antibodi akan menghasilkan non-reaktif (negatif), namun bila Anda sudah terinfeksi virus HIV, Anda sudah dapat menularkan virus HIV pada orang lain. Karena pada masa awal terinfeksi virus HIV adalah masa paling ganas untuk penularan ke orang lain tentunya bila Anda masih melakukan perilaku berisiko. 
Makin maraknya komunitas LGBT

Makin terbukanya komunitas LGBT (Lesbian Gay Bisexual Transgender) juga memicu perkembangan penyebaran virus HIV. Para aktivis HIV/AIDS kesulitan mendeteksi hubungan sejenis yang terjadi di tempat kost, karena lazimnya kost di area industri dibedakan kost pria dan wanita.

Bila terjadi hubungan lelaki suka lelaki (LSL) atau perempuan suka perempuan (PSP), tidak ada orang yang mencurigai, karena lazim sebuah kamar kost diisi dua orang. Para aktivis HIV/AIDS harus bekerja keras masuk ke kantong-kantong industri dan kampus guna melakukan pengawasan dalam rangka penanggulanggan HIV/AIDS.  Selain tidak ada orang yang mencurigai, komunitas LGBT bersifat sangat eksklusif, sehingga hanya anggota kelompok saja yang dapat masuk ke dalam komunitas mereka guna mendeteksi apakah sudah terjadi penularan virus HIV maupun saat ingin melakukan upaya pencegahan. Guna menyelamatkan komunitas LGBT dari infeksi virus HIV, diperlukan peran aktif dari anggota komunitas LGBT yang sudah menyadari bahayanya bila tertular virus HIV, apalagi komunitas LGBT ditengarai sebagai komunitas yang rawan terinfeksi virus HIV.
Kesimpulan

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan guna mencapai target Indonesia bebas AIDS di 2030. Apakah program kerja yang telah Anda canangkan? Mari kita buat program yang membumi dari hulu ke hilir, guna mencapai target yang telah kita canangkan bersama. Siapapun harus dilibatkan, mari kita semua turun ke lapangan guna mencegah pengembangan virus HIV, agar Indonesia bebas AIDS di 2030 tidak sekedar slogan saja.

*) Artikel ini merupakan serial tulisan dalam rangka Hari AIDS Sedunia 1 Desember

(Sutiono Gunadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun