Proses penularan virus HIV dapat terjadi dimana saja, di lokalisai pelacuran, rumah kost, apartemen, hotel maupun di rumah sendiri. Terlebih dengan maraknya pola perselingkuhan baik yang dilakukan oleh para suami atau isteri.
Apabila salah satu pasangan dari suami isteri sah melakukan hubungan seksual tanpa kondom, sedangkan salah satu sudah mengidap virus HIV, dapat saja menulari pasangannya. Jadi, bila ada suami yang sudah mengidap virus HIV melakukan hubungan seksual dengan isteri sahnya tanpa kondom, bisa saja menularkan virus HIV kepada isterinya, yang berstatus ibu rumah tangga. Celakanya, bila penularan ini tidak terdeteksi, bila terjadi proses kehamilan, bisa saja menular pada janin yang dikandung, sehingga menghasilkan bayi Odha.
Bila suami istri sah menyadari pernah melakukan perbuatan beresiko tinggi wajib segera melakukan test HIV, guna segera mengetahui kondisi dan statusnya. Test HIV juga tidak dapat dilakukan sekali saja, karena sekali test HIV belum tentu dapat mendeteksi karena tergantung waktu melakukan test HIV. Perlu dilakukan test HIV beberapa kali guna memastikan pasangan suami-isteri benar-benar bebas virus HIV.
Ada satu istilah yang perlu dipahami yakni yang disebut masa jendela, masa ini adalah waktu antara saat terinfeksi dengan saat sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi, rentang waktunya antara 3 minggu hingga 3 bulan. Jadi, bila Anda merasa terinfeksi atau pernah melakukan perilaku berisiko tertular virus HIV, Anda sebaiknya menunggu 3 bulan setelah peristiwa berisiko sebelum Anda melakukan test HIV. Sebenarnya Anda dapat saja langsung melakukan test HIV dan mengulangi lagi test 3 bulan setelah peristiwa, hal ini disebabkan selama masa jendela, test antibodi akan menghasilkan non-reaktif (negatif), namun bila Anda sudah terinfeksi virus HIV, Anda sudah dapat menularkan virus HIV pada orang lain. Karena pada masa awal terinfeksi virus HIV adalah masa paling ganas untuk penularan ke orang lain tentunya bila Anda masih melakukan perilaku berisiko.Â
Makin maraknya komunitas LGBT
Makin terbukanya komunitas LGBT (Lesbian Gay Bisexual Transgender) juga memicu perkembangan penyebaran virus HIV. Para aktivis HIV/AIDS kesulitan mendeteksi hubungan sejenis yang terjadi di tempat kost, karena lazimnya kost di area industri dibedakan kost pria dan wanita.
Bila terjadi hubungan lelaki suka lelaki (LSL) atau perempuan suka perempuan (PSP), tidak ada orang yang mencurigai, karena lazim sebuah kamar kost diisi dua orang. Para aktivis HIV/AIDS harus bekerja keras masuk ke kantong-kantong industri dan kampus guna melakukan pengawasan dalam rangka penanggulanggan HIV/AIDS.  Selain tidak ada orang yang mencurigai, komunitas LGBT bersifat sangat eksklusif, sehingga hanya anggota kelompok saja yang dapat masuk ke dalam komunitas mereka guna mendeteksi apakah sudah terjadi penularan virus HIV maupun saat ingin melakukan upaya pencegahan. Guna menyelamatkan komunitas LGBT dari infeksi virus HIV, diperlukan peran aktif dari anggota komunitas LGBT yang sudah menyadari bahayanya bila tertular virus HIV, apalagi komunitas LGBT ditengarai sebagai komunitas yang rawan terinfeksi virus HIV.
Kesimpulan
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan guna mencapai target Indonesia bebas AIDS di 2030. Apakah program kerja yang telah Anda canangkan? Mari kita buat program yang membumi dari hulu ke hilir, guna mencapai target yang telah kita canangkan bersama. Siapapun harus dilibatkan, mari kita semua turun ke lapangan guna mencegah pengembangan virus HIV, agar Indonesia bebas AIDS di 2030 tidak sekedar slogan saja.
*) Artikel ini merupakan serial tulisan dalam rangka Hari AIDS Sedunia 1 Desember
(Sutiono Gunadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H