Masyarakat dengan mudah menunjuk seseorang yang telah diketahui mengidap HIV/AIDS, seolah menghakimi agar semua orang menjauhi dan mengucilkan orang tersebut. Bahkan kalau perlu harus dipasung seperti beberapa orang berpenyakit jiwa yang sering dipasung dengan tujuan agar tidak mengganggu masyarakat disekitarnya. Tujuan orang yang mengidap HIV/AIDS dipasung adalah agar tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.
Sadarkah masyarakat yang dengan mudah menghakimi itu, bahwa HIV/AIDS bukanlah sebuah dosa ? Orang yang tidak bersalah sama sekali, dapat saja tertular penyakit ini bila orang ini tidak menjalani hidup dengan berhati-hati. Seandainya orang ini sudah menjalani hidup dengan berhati-hati tetapi kalau pasangan hidupnya ternyata melakukan tindakan liar di luar kehidupan berkeluarganya, lalu tertular HIV/AIDS, dan akibatnya pasangannya yang tidak tahu apa-apa dapat saja tertular bila pasangan tersebut melakukan hubungan suami-isteri.
Infeksi HIV/AIDS dapat dicegah melalui aksi ABCD yakni A dari Abstinence – tidak berhubungan seks atau hidup selibat, B dari Be Faithful – selalu setia pada pasangan hidup Anda, C dari Condom – gunakan kondom bila Anda melakukan hubungan seks berisiko, yaitu melakukan hubungan seks bukan dengan pasangan hidup, misal dengan pasangan yang berganti-ganti, di dalam dan di luar nikah (kawin-cerai, kawin kontrak), dengan Pekerja Seks Komersial langsung maupun tidak langsung (cewek panti pijat plus-plus, cewek disko, cewek pub, cewek panggilan, cewek cabe-cabean, ABG, ayam kampus, selingkuhan, isteri orang lain, dll.), dan D dari no Drugs – jauhi narkotika dan obat terlarang.
Juga Anda tidak dapat langsung menghakimi seseorang menderita atau mengidap HIV/AIDS dari gejala fisiknya saja. Orang yang sedang dalam tahap tertular atau terinfeksi virus HIV, tidak dapat dikenali. Mereka tampak sehat dan tidak menunjukkan gejala fisik apapun. Status terinfeksi virus HIV hanya dapat diketahui setelah melalui test HIV, dan serangkaian konseling. Test HIV berupa pengujian darah untuk memastikan adanya antibodi HIV di dalam darah. Test HIV selalu dilakukan dengan sifat sukarela dan rahasia. Untuk pengujian secara cepat dapat dilakukan dengan pengujian usapan selaput lender mulut.
Antibodi HIV di dalam darah penderita HIV/AIDS dapat dideteksi dengan pengujian HIV yang memakai reagen ELISA minimal tiga bulan setelah tertular HIV. AIDS adalah kondisi dan bukan penyakit yang terjadi pada seseorang yang sudah tertular virus HIV, karena sistem kekebalan tubuh telah dirusak oleh virus HIV. Kondisi seseorang yang telah tertular virus HIV akan sulit disembuhkan dari 70 jenis penyakit seperti jamur, sariawan, diare, TB dan lain-lain bila dibandingkan dengan mereka yang tidak mengidap HIV/AIDS.
Cegah stigma menghakimi
Oleh karena itu bila Anda mengetahui atau menjumpai seseorang yang mengidap HIV/AIDS, sebaiknya tidak melakukan tindakan yang mengucilkan, Anda harus tetap menghargai orang itu sebagai sesama manusia. Jangan perlakukan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS, perlakukan penderita HIV/AIDS dengan baik, sama halnya dengan manusia yang sedang mengidap penyakit lainnya. Terinfeksi HIV/AIDS bukanlah vonis mati. HIV/AIDS masih dapat dicegah dengan pengobatan antiretroviral (ARV). Pengobatan ARV menekan laju perkembangan virus HIV di dalam tubuh seseorang pengidap HIV/AIDS, sehingga orang dengan infeksi HIV dapat kembali sehat. Yang patut diwaspadai, virus HIV yang masih terdapat di dalam tubuhnya tetap hidup dan dapat menular pada orang lain.
Kabar gembira yang menyatakan bahwa penderita HIV/AIDS masih dapat diobati, berakibat penderita HIV/AIDS masih memiliki peluang untuk berkeluarga dan memiliki keturunan. Seorang wanita penderita HIV/AIDS yang telah tergolong “bebas gejala” masih diperbolehkan berkeluarga, dengan upaya mencegah risiko penularan kepada pasangannya dengan penggunaan alat kontrasepsi kondom. Pengobatan dengan ARV sanggup menekan laju pertumbuhan virus HIV dalam tubuh si penderita hingga pada batas tidak terdeteksi. Akibatnya penularan kepada pasangan dapat dikurangi, tentunya asal pasangannya konsisten menggunakan kondom.
Kemajuan dunia kedokteran mampu mengizinkan penderita HIV/AIDS yang telah “bebas gejala” untuk dapat memiliki keturunan dengan aman. Melalui program Pencegahan Penularan virus HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), baik pada proses kehamilan, saat melahirkan, maupun saat memberikan air susu kepada bayinya dapat dikurangi hingga 0%. Calon orang tua dapat menekan risiko penularan pada anak dengan mengetahui status HIV dari awal. Untuk mendapatkan informasi kondisi yang prima, calon orang tua wajib rajin berkonsultasi dengan dokter yang merawatnya.
Dengan adanya bukti-bukti diatas, maka masyarakat tidak perlu menghindari penderita HIV/AIDS. Yang perlu disadari oleh masyarakat penularan HIV terjadi melalui cara-cara yang khusus. Berinteraksi sosial dengan penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan Anda langsung tertulari virus ganas tersebut.
Infeksi Menular Seksual