Menghirup kopi hitam panas maupun kopi yang sudah dicampur susu seperti latte atau cappucino di pagi hari sebelum mulai beraktifitas atau saat berangkat ke tempat kerja, saat jedah di kantor, saat makan siang ataupun di sore hari saat dalam perjalanan dari kantor menuju rumah adalah sebuah rutinitas yang banyak dilakukan banyak orang.
[caption id="attachment_383410" align="aligncenter" width="300" caption="Secangkir Kopi Pinogu"][/caption]
Itulah sebabnya bisnis warung kopi, mulai dari warung kopi di pinggir jalan atau terminal bis hingga warung kopi di mall-mall tidak pernah sepi dari pengunjung setianya.
Indonesia adalah negara penghasil kopi yang sangat diperhitungkan di bursa kopi dunia sejak era VOC hingga sekarang. Cukup banyak kopi yang sangat terkenal karena banyak dicari orang, seperti kopi Aceh, kopi Lampung, kopi Toraja dan kopi Wamena.
Kopi Pinogu
Kopi Pinogu adalah kopi yang tumbuh di kawasan hutan lindung Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, yang berada di kecamatan Pinogu, kabupaten Bone Bolango, provinsi Gorontalo. Akses jalan dari Gorontalo ke hutan lindung ini memerlukan waktu tempuh yang cukup lama, karena harus melalui medan yang sulit dan penuh tantangan. Kawasan ini merupakan daerah yang paling terisolasi di provinsi Gorontalo, berada diketinggian 300 meter dari permukaan laut. Untuk mencapainya dengan kendaraan roda dua memerlukan waktu tempuh 6-8 jam karena jalan berbatu dan berlumpur atau berjalan kaki melalui sejumlah punggung bukit dan menyeberangi sungai Bone yang harus waspada agar tidak digigit lintah selama 12 jam perjalanan.
Sebenarnya letak di Pinogu tidak terlalu jauh, hanya sekitar 30 km dari desa Tulabalo, kecamatan Suwawa Timur, yang merupakan pintu masuk satu-satunya ke Pinogu. Ada tiga cara mencapai Pinogu, berjalan kaki menembus hutan dan melalui lereng gunung, naik ojek motor dengan ongkos sekitar 1 juta rupiah pulang-pergi atau helikopter sebagai matra udara. Namun pilihan petani kopi Pinogu pada umumnya berjalan kaki.
Di wilayah ini bukan sekedar hamparan kebun kopi, namun merupakan hutan kopi Sinondo'o yang belum berpenghuni. Hutan ini didominasi kopi jenis Liberica, yang benihnya dibawa oleh pedagang Belanda di abad 19 dan pohonnya sudah mencapai ketinggian 10 meter. Pengembangan kopi Liberica kurang berhasil karena tidak didukung oleh kerajaan Suwawa.
Pada tahun 1970 pemerintah daerah membudidayakan kopi jenis Robusta hingga seluas 225 hektare yang tersebar di empat desa, Pinogu, Bangiyo, Pinogu Permai dan Dataran Hijau.
Karena belum adanya sarana jalan yang memadai, berakibat pemasaran kopi Pinogu banyak terkendala perkembangannya. Padahal kopi Pinogu adalah kopi organik yang ditanam tanpa menggunakan bahan kimia dan pestisida. Sulitnya menuju lokasi menyebabkan petani kopi enggan menggunakan pupuk dan pestisida. Disamping kesuburan tanah yang tinggi, yang berasal dari daun yang gugur yang dibiarkan terurai oleh mikroorganisme tanah. Yang secara otomatis menjadi pupuk alam bagi kopi. Dedaunan itu berasal dari tanaman penyangga kopi, seperti durian, langsat, dadap, kakao, dan kemiri.
[caption id="attachment_383411" align="aligncenter" width="300" caption="Biji Kopi Pinogu"]