Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film Ode to My Father, Film Korea yang Sarat Nilai Kemanusiaan

22 Februari 2015   19:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:42 3838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14244328361450211311

Ternyata acara tersebut gagal mempertemukan Dook-soo dengan ayahnya, ia hanya dapat bertemu dengan seorang laki-laki tua yang berasal dari kota asal yang sama. Meski sangat kecewa karena gagal menemukan ayahnya, Dook-soo dipaksa lagi oleh keluarganya untuk mengikuti program televisi tersebut agar dapat menemukan saudara perempuannya yang hilang (Mak-soon). Mak-soon rupanya telah diadopsi oleh keluarga di Amerika Serikat dan tinggal disana. Dengan bantuan program televisi tersebut terjadilah reuni keluarga yang dramatis, akhirnya Mak-soon bersedia kembali ke Korea untuk bertemu kembali dengan keluarganya.

Ibu Dook-soo pun wafat setelah reuni tersebut, dan Dook-soo tua akhirnya memutuskan untuk menjual tokonya karena terus merugi, apalagi Dook-soo sudah putus asa karena harapan untuk bertemu kembali dengan ayahnya sudah pupus.

Film berdurasi 126 menit ini memanggungkan sebuah kisah nyata yang dialami oleh anak manusia akibat perang sehingga memisahkan keluarga, mereka dapat melanjutkan kehidupan dengan keras, namun mereka akhirnya gagal untuk bersatu kembali, meski segala usaha sudah diupayakan.

Film ini sangat mengocok emosi penonton dengan kisah kemanusiaan baik sedih maupun banyolan klasik, seperti saat Dook-soo berhasil dipertemukan dengan adik perempuannya Mak-soon, saat Dook-soo gagal menemukan ayahnya, saat Dook-soo terpesona dengan gadis Korea sehingga mengalami kecelakaan sepeda dan ditolong oleh si gadis yang ternyata seorang perawat, saat Dook-soo berhasil meruntuhkan hati gadis pujaannya dengan makanan Korea, serta Dal-goo yang mengimpikan gadis Barat ternyata menangisi hilangnya keperjakaannya akibat diperkosa wanita Barat, saat Dook-soo memberikan cokelat kepada bocah Vietnam yang mengingatkan penderitaaannya di masa kecil, dan masih banyak lagi. Perang selalu membawa penderitaan baik pada bangsa manapun, itulah sebabnya kita harus belajar dari sejarah dan harus selalu mengupayakan agar tidak ada lagi perang di bumi tercinta ini.

Film ini juga menyindir dengan halus, anak-anak abad ini yang kurang menghargai orang tuanya, saat bepergian tidak mengajak orang tuanya, malahan menitipkan anak-anaknya (cucu bagi orang tuanya) bak panti asuhan.

Lima belas Kompasianers dari kelompok KOMiK (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub) telah terpilih guna mendapatkan kesempatan menonton film ini (nonton bareng) di Blitzmegaplex, Pacific Place, Jakarta pada hari Sabtu 21 Februari 2015. Kami semua sepakat untuk merekomendasikan pembaca Kompasiana untuk menyaksikan film ini, karena saratnya film ini dengan kaidah kemanusiaan. Make Peace Not War !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun