Di era globaisasi yang semakin modern, yang ditandai dengan munculnya teknologi 4.0, dimana kegiatan sehari hari semakin dipremudah dan serba canggih, tidak hanya dibeberapa bidang namun juga hampir secara keseluruhan di berbagai sektor kehidupan, salah satunya yaitu pada sektor keuangan. Sektor keuangan memiliki peran yang cukup penting di suatu negera, salah satunya Indonesia, dimana  negara tersebut adalah pemegang jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, tentu dalam hal ini keberadaan keuangan dengan berbasis syariah berpotensi untuk dikembangkan dan berpeluang besar untuk menjadi kiblat perekonomian syariah.Â
Keuangan berbasis sayriah saat ini mulai berkembang, yang dibuktikan dengan mencuatnya sektor keuangan yang menawarkan elemen syariah, seperti pasar modal, lembaga perbankan maupun lembaga non bank. Ketiga sektor trsebut  didukung dengan regulasi seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Majelis Ulama Indonesia untuk menjamin sah secara syariah. Selain sebagai penduduk dengan muslim terbesar, Indonesia merupakan negara berkembang, yang perekonomiannya berada pada keolompok masyrakat menengah kebawah, dimana keuangan secara mikro maupun makro sangat bersinergi dalam menawarkan jasa dan  produknya.Â
Berabagai pilihan sektor keuangan yang ditawarkan, lembaga keungan mikro syariah kini menjadi pilihan ditengah tengah arus persaingan ketat lembaga keuangan. Di era presiden Joko Widodo yang menegaskan untuk memajukan dan mengoptimalkan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menegah). Â Tentu Keberadaan lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT ( Baitul Maal Wa Tamwil) memberi kesejukan karena dinilai lebih efektif, mudah dan cepat dalam menawarkan produknya, terlebih untuk rakyat kecil yang ditambah terdapat dana sosial seperti zakat infaq dan sodaqoh. Dari kemudahan dan keberagaman yang melekat pada lembaga Keuangan mikro syariah seperti (BMT), berbanding terbalik dengan kinerja (BMT) yang kurang maksimal, Â seperti pada sumber daya manusia yang kurang memahami keuangan syariah, operasional yang belum diawasi oleh lembaga keuangan dan belum adanya undang-undang yang menaungi membuat lembaga mikro syariah (BMT) dinilai kurang aman yang mengakibatkan rasa kurang percaya terhadap calon nasabah dan berakhir pada minat dan daya saing yang menurun.
Lembaga keuangan syariah (BMT) adalah usaha yang didirikan tanpa melalui proses yang rumit, tidak seperti kebanyakan lembaga keuangan lain. Dengan modal dan struktur yang sekadarnya, sudah mampu mendirikan sebuah usaha di sektor keuangan. Adanya (BMT) diberbagai kota juga dinilai sukses dan cukup pesat perkembangannya, namun dari sekian BMT yang ada, beberapa BMT juga mengalami pailit (bangrut) karena berbagai bermasalah. Kegagalan tersebut biasanya dikarenakan pada menejemen resiko yang kurang baik, seperti resiko likuiditas, resiko pasar, resiko kreidit yang macet maupun resiko yang lainnya, sehingga mengganggu kesehatan BMT yg dianggap menjadi faktor-faktor penting keruntuhan. Pengelolan yang kurang tepat dengan karaker dan kondisi ekonomi pemohon serta analisis permodalan dan jaminan yang minim akan peraturan dan persayaratan semakin membawa BMT pada kemunduran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H