Ketika saya kembali menjadi penduduk Kabupaten Sumedang setelah sekian tahun ada di daerah lain karena tugas, banyak rencana yang saya tuliskan dalam buku harian. Satu di antaranya, saya akan mengunjungi beberapa pusat kebudayaan di Sumedang yang sudah mengumumkan ke publik di dunia bahwa Sumedang menjadi Pusat (puseur) Budaya Sunda di Jawa Barat!
Dalam pemikiran saya, setelah menjadi pusat budaya Sunda, banyak hal baru di Sumedang. Misalnya saja, ada kawasan khusus tempat menggelar dan mengenalkan budaya Sumedang ke publik; ada jadwal khusus pagelaran budaya Sunda yang ada di Sumedang, atau yang lainnya. Pasalnya, saya akui, di kota kelahiran saya ini, banyak potensi seni budaya yang bisa dijual.
Yang bisa dijual itu, misalnya saja sikap dan pandangan hidup leluhur Sumedang yang terkenal dengan kasumedangan, ajaran hidup “ Ditiung Memeh Hujan” dari seorang bupati Sumedang sebelum kemerdekaan, atau sikap berani Pangeran Kornel yang tak takut menghadapi gegeden Belanda (Daendles) karena kasihan kepada rakyat, dan sebagainya.
Belum lagi seni tradisi seperti Rengkong, tarawangsa, kudang renggong, reak, reog, wayang golek, dll yang tersebar di berbagai tempat di Kabupaten Sumedang.
Akan tetapi, ketika saya kembali menghirup angin tanah leluhur, tidak ada hal baru di Sumedang yang ada kaitannya dengan sebutan baru Sumedang Pusat Budaya Sunda di Jawa Barat!
Museum Prabu Geusan Ulun dan bangunan lama yang ada di dalamnya masih seperti dulu. Sikap dan pandangan hidup leluhur Sumedang yang saya yakini tidak kalah oleh sikap hidup dari kerajaan di Jawa, tidak terungkap atau dikenalkan ke publik.
Selanjutnya, aneka seni tradisi Sumedang pun masih tetap berceceran seperti dulu. Tidak atau belum ditempatkan di sebuah tempat seperti Taman Mini Indonesia Indah, di mana siapapun bisa melihat dan menikmati aneka seni tradisi Sumedang di satu tempat.
Kesimpulannya, ketika saya kembali ke tanah kelahiran di Desa Gudang Kecamatan Tanjungsari, saya terkecoh. Terpaksa, saya harus mengubur dulu harapan sederhana tentang konsep Sumedang sebagai pusat budaya Sunda!
Tetapi saya masih punya harapan, suatu ketika konsep Sumedang sebagai pusat budaya Sunda akan terwujud, mengingat Bupati Sumedang periode 2013-2018 asli (pituin) Sumedang yang punya pemikiran bagus soal pendidikan dan seni budaya, selain seorang politisi. Pasalnya Bupati Sumedang baru tersebut, yakni Endang Sukandar, adalah pendiri dan pemilik Yayasan Sebelas April yang mengelola sejumlah sekolah termasuk Universitas Sebelas April.
Mudah-mudahan saja, saya tidak terkecoh juga oleh Bupati Endang Sukandar yang dalam kampanyenya akan memperhatikan dan mengembangkan seni budaya di Sumedang!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H