"Sedari kecil, Mama sudah membesarkan kita dengan baik, tapi kok malah ada teman-teman yang kelakuannya kurang terpuji ya."
Setiap orang tua pasti pernah merasakan kebingungan seperti itu. Meskipun orang tua sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik anak dengan benar, namun perilaku buruk tetap saja muncul dari lingkungan sekolah atau pergaulan mereka. Tidak ada jaminan bahwa tindakan anak akan selalu benar, namun orang tua dapat membantu anak-anak mereka menjadi lebih peka terhadap perasaan orang lain dan mengembangkan empati.
Empati didefinisikan sebagai kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain secara obyektif. Saat empati tumbuh dalam diri remaja, mereka akan semakin peka terhadap perasaan orang lain. Hal ini akan membantu mereka mengambil keputusan dengan lebih bijaksana dan bertanggung jawab. Bagaimana cara kita membantu remaja membangun empati? Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa dipraktikkan.
I. Menumbuhkan Kesadaran dan Meminta Opini Mereka
Ketika remaja memahami perasaan dan emosi yang mereka miliki sendiri, kemampuan mereka untuk merasakan perasaan orang lain akan semakin tumbuh. Orang tua bisa memulai dengan meminta opini mereka dalam situasi tertentu, dengan cara yang dapat memicu empati mereka.Â
Misalnya, ketika sedang menonton berita tentang bencana alam, orang tua bisa meminta opini remaja tentang bagaimana mereka merasa ketika terdampak bencana. Hal ini bisa membuka dialog tentang bagaimana kita sebagai manusia bisa membantu mereka yang kesulitan. Jangan lupa untuk selalu memberikan dorongan pada mereka ketika mengungkapkan perasaan.
II. Berbicara dengan Empati
Saat kita membicarakan masalah dengan remaja, pastikan bahwa kita menunjukkan empati. Ketika ada masalah, jangan hanya membicarakan solusi yang tepat, tetapi juga mengajarkan bagaimana sangat penting untuk memahami pandangan orang lain. Misalnya, ketika remaja merasa kecewa karena tidak mendapat posisi tertentu dalam tim olahraga mereka, orang tua bisa memberikan pengertian bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, dan menemukan tempat di mana kita bisa kontribusi bersama akan lebih menyenangkan dan bermanfaat.
III. Model Perilaku Positif
Kita sebagai orang-orang dewasa harus menjadi gambaran yang baik dalam kehidupan anak-anak kita. Jangan hanya bicara tentang empati, tetapi terapkanlah dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam keluarga, di tempat kerja, atau di masyarakat. Tunjukkan bahwa kita peduli terhadap orang lain dan perasaan mereka, dan bahwa kita selalu siap menjadi pendengar yang baik. Semakin sering anak-anak melihat perilaku positif, semakin mudah mereka mempraktikkannya dalam kehidupan mereka.
IV. Mengenali Dunia Sosial
Bagi remaja, lingkungan sosial adalah salah satu dari banyak faktor yang membentuk mereka. Gaya hidup mereka, suku bangsa dan budaya, kesenian, agama, dan kelompok sosial termasuk di dalamnya. Dalam edukasi empati, mengenal dunia sosial remaja anak Anda adalah aspek penting yang perlu diperhatikan. Orang tua perlu mempertimbangkan ini ketika berbicara maupun dalam situasi sehari-hari. Artikel saya kali ini akan membahas tiga aspek utama ini dalam pembangunan empati remaja.
A. Kesenian
Kesenian membantu menjembatani kekurangan antara perbedaan budaya antara masyarakat dan remaja. Kita mempunyai banyak bentuk seni yang beragam di Indonesia, seperti tari, teater, lukisan dan musik. Kita bisa mengajarkan anak-anak kita untuk menghargai dan mempelajari seni dari budaya yang berbeda seperti tarian khas Bali atau karya pelukis Surabaya. Seni menjadi cara terbaik untuk membangun rasa saling pengertian dan membantu anak-anak kita membangun empati terhadap orang lain.
B. Mengenal Beragam Suku Bangsa dan Budaya
Kita hidup di Indonesia yang beragam, dan sebagai orang tua, jika kita bisa mengajari anak-anak kita cara memahami perbedaan budaya, mereka dapat membangun kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain dengan lebih baik. Mereka akan lebih mampu mengelola situasi sosial yang kompleks dengan lebih mudah, dan memahami bahwa orang yang berbeda dari kita sebenarnya tidak berbeda secara substansial. Orang tua dapat memanfaatkan informasi yang tersedia di media, atau mengajak mereka pada wisata ke tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi.